Hidup di Alam Jihad



Ketika engkau seorang diri, menjelang tidur atau seusai sholat, dibalik terali besi atau di tengah pengejaran, atau mungkin di saat-saat terakhir ditembak mati, maka fikirkanlah apa sebenarnya yang engkau cari selama ini? Apa dibalik semua ini? Mengapa engkau rela habiskan uangmu, korbankan kebebasanmu, engkau singkirkan kesenanganmu? Jauh dari keluarga, terpisah dari sanak kerabat, apa yang kau cari dibalik semua itu? Ketenaran? Kepahlawanan? Nama baik? Harta rampasan? Kekuasaan? Jabatan atau apa? Jika kau lakukan semua pengorbanan itu hanya demi nama baik semata, sekedar pujian belaka, atau sekedar decak kagum manusia saja, maka alangkah murahnya engkau menjual diri!

(lebih…)


Kehidupan perjuangan bukanlah kehidupan yang menyendiri dan terpencil, kehidupan perjuangan menyangkut lapangan internasional yang universal. Apalagi pada era globalisasi ini, tidak ada lagi perjuangan yang secara mutlak bisa terpisah sendiri, dunia ini kait berkait satu sama lainnya. Ada karena kesamaan edologi dan politik, ada karena kesamaan kepentingan dan sasaran (seperti zionisme dan salibisme), karena senasib, sekeuntungan dsb dsb. Diatas semua, kesamaan aqidahlah yang harus kita jadikan ukuran dalam membangun ukhuwwah dan menggalang harokah jihadiyyah. Semuanya sudah lazim terjadi, jika mereka membangun ikatan dan kerjasama. Inilah yang dinamakan solidaritas.

Untuk mencari kesetiakawanan ini, setiap mujahid harus pandai-pandai memperkenalkan perjuangannya ke dunia internasional, sehingga bisa bantu membantu dalam hal yang mungkin, menurut pertimbangan sekuriti terutama ‘aqidah’.

(lebih…)


Jika persiapkan diri dan keluarga harus demikian matang bagi seorang mujahid, maka bagaimanakah kasus polygami dalam kehidupan mujahid? Dari sudut laki-laki sendiri, ini tinjauan yang jauh ke depan, bersih dari kehendak, memanfaatkan dalil untuk pemenuhan kepuasan nafsu semata. Polygami dalam kehidupan mujahid, tidak terlepas dari kepentingan perjuangan dan restu pimpinan.

Mengapa untuk menikah lagi perlu idzin komandan segala, bukanlah pernikahan hanyalah urusan pribadi semata? Bagi non mujahid nikah adalah urusan pribadi, tapi tidak demikian halnya bagi pejuang Islam yang tengah berbaris rapat dibawah satu komando jihad.

(lebih…)


Isteri yang baik tak sembarangan menantang suaminya apalagi sampai meminta cerai. Bercerai bukan pekerjaan mainan! Begitu juga suami yang baik tidak sembarangan mengiyakan bila isterinya menuntut cerai, sebab mengiyakan berarti jadilah perceraian itu! Jatuh talak satu!

Bagi para mujahid, perceraian dengan isteri harus dipertimbangkan masak-masak, bisa saja rahasia bocor, gara-gara bekas isteri/suami yang sakit hati karena kasus perceraian.

(lebih…)


Dari pembahasan sebelumnya, terbayang betapa banyaknya dana yang harus dimiliki seorang mujahid, sebab dia tidak sekedar menafkahi diri dan keluarganya, tapi juga membiayai sabilillah yang diperjuangkannya. Setiap saat dia berada dalam kondisi perang (fie waqtil harbi), selalu ada musuh mengintai dan memburunya, dia mesti memiliki daya mobilitias tinggi yakni memiliki kemampuan berpindah-pindah tempat secara cepat. Siap pergi kapan saja, dengan demikian tentunya harus ada dana stand by yaitu dana siaga, yang tidak boleh diganggu, hingga kapan saja diperlukan, tersedia.untuk keperluan mendadak tadi. Belum lagi dengan resiko yang tak terduga, tertangkap musuh misalnya (na’udzubillah min dzalik), mesti dipersiapkan sebelumnya, bagaimana agar perjuangan dan keluarga mujahid yang ditinggalkan bisa tetap survive (bertahan), menghadapi kondisi demikian.

(lebih…)


Kita hidup di masyarakat, setiap mujahid pasti mengenal banyak orang, ada yang akrab, ada yang jadi teman dekatnya, walaupun statusnya hari ini beda dengan dirinya. Ia tengah bersungguh-sungguh di jalan jihad, sedang kawannya hanya rakyat biasa, mungkin kawan semasa sekolajh, teman bermain semasa kecil, kawan berkelahi dsb.

Walaupun mereka bukan famili usahakanlah ada pendekatan dengan mereka, karena kalau sudah kenal, apalagi pernah akrab, berarti sudah ada jalan buat bicara Islam, dibanding dengan yang belum kenal sama sekali. Kita pun bisa mengenal watak mereka, ini bermanfaat guna memilih cara, dari sisi mana kita mulai mengajak bicara dengan mereka. Pokoknya gunakan setiap peluang untuk menambah kawan dan saudara perjuangan, kalau bisa semua yang pernah mengenal kita bersimpati dengan apa yang tengah kita perjuangkan. Jangan malah membikin intrik-intrik yang memperbanyak musuh.

(lebih…)


Kehidupan sanak keluarga mujahid juga mesti disesuaikan agar semuanya “serba perjuangan”, rukun, bantu membantu sesama keluarga mujahid, saling meringankan beban sesama keluarga mujahid. Dalam penitipan anak, pengasuhan, kekurangan makanan, keterbatasan pakaian, kesulitan uang, lapangan kehidupan dan sebagainya.

Setiap mujahid mesti mengakrabkan dirinya dengan karib kerabat, sanak keluarga, walaupun karib kerabatnya itu bukan mujahid, usahakan mereka bersimpati pada kita. Suatu waktu mungkin kita memerlukan mereka, sikap meremehkan keluarga sedarah, dengan alasan tidak searah dalam perjuangan, membuktikan bahwa sang mujahid tadai, belum pandai memanfaatkan sarana dan keadaan untuk perjuangan itu sendiri.

(lebih…)


Kalau pada point sebelumnya dibeberkan tentang kehidupan isteri dari isteri mujahid, maka pada point ini dibicarakan tentang isteri yang mujahidah dalam artian wanita itupun benar-benar terlibat dan terjun langsung dalam kancah perjuangan sebagaimana halnya suaminya (mujahidah isteri mujahid).

Seorang mujahidah bukan sekedar mendampingi suaminya yang mujahid saja, namun dia sendiri adalah pejuang Islam, sama seperti suaminya! Mereka bahu membahu dengan suami menunaikan tugas di medan jihad. Isteri yang begini sama berdayung dengan suaminya dalam melayarkan bahtera rumah tangga, juga sama berdayung dengan suaminya dalam melayarkan bahtera perjuangan.

(lebih…)


Setiap wanita yang menjadi isteri seorang mujahid, bahkan dengan siapa saja yang terikat kekerabatan dengan figur seorang mujahid, baik itu bapaknya, saudaranya, anaknya dsb mesti memahami kehidupan mujahid yang “lain daripada yang lain”seperti dijelaskan dimuka.

Harus diupayakan bagaimana caranya agar bapak, anak, isteri, saudara, kerabat, tempat usaha dan tempat tinggal, semuanya mendukung kelancaran tugas juang, bukan menghambat dan membebani kegesitan gerak kita ! Mereka semua harus dibina agar bisa menyesuaikan diri dengan pola hidup mujahid yang keras, dan tak bisa diperkirakan itu.

(lebih…)


Mata, telinga, perasaan harus senantiasa waspada dan tanggap dengan segala kemungkinan. Harus berusaha senantiasa “di atas angin”, jangan biarkan diri jadi korban konyol (gampang terjebak walau dengan melihat musuh).

(lebih…)

Laman Berikutnya »