Fiqih Jihad Fi Sabilillah



Artikel ini ditujukan:

  1. Secara khusus untuk warga NII yang sudah memperbaharui ikrarnya melalui MKT 6 Tahun 1950 kepada Pemerintahan NII dalam masa perang yang sah MENURUT KONSTITUSI NII dibawah kepemimpinan IMAM NII yang sekarang yakni Abu MYT agar selalu istiqomah dan sabar dalam melaksanakan dan melanjutkan program perjuangan NII/ Marhalah Jihad NII yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah NII.
  2. Secara umum untuk Mujahidin di Indonesia di tiap-tiap shof, untuk warga NII yang belum tahu / belum jelas Imamnya, untuk warga NII yang sedang “galau” agar dengan SEGERA berfikir kritis dan memperbaharui ikrar bai’at nya sesuai MKT 6 Tahun 1950 kepada pemerintahan NII yang sah menurut konstitusi NII (Qonun Asasi, PDB dan strafrecht).

Kita kutip kembal pernyataan berkenaan dengan ini :

‘’Manfa’at apa yang bisa saya ambil dari jama’ah ini …. Yang jelas Cuma terncam dan penuh was was. So’al kemapanan tarbiyyah, banyak yang lebih baik dari jama’ah anda, belum lagi soal manajemen organisasi, apalagi kalau kita menggitung kekayaan organisasi dan dukungan ummah. Masuk jama’ah anda tak ubahnya dengan ‘’menjerumuskan diri dalam kebinasaan’’! Padahal itu dilarang quran [2:195]’’

Pertanyaan model begini. Pertama, berawal dari kesalah fahaman dalam memandang level badan perjuangan kita. Kedua modal mental mereka yang selalu ingin sempurna sejak awal, ingin terima jadi, tidak suka membenahi. Ketiga pandangan mereka Cuma tertuju pada yang Nampak, tidak tertarik untuk menela’ah lebih dalam nilai nilai perjuangan yang Qurani.

Karena itu kepada seluruh ikhwan, marilah kita camkan hal hal berikut ini :

  1. Fahami cakupan perjuangan kita, dan bersikaplah ajeg [istiqomah] dalam wawasan ini !
  2. Jelaskan pada mereka bahwa yang pertama harus dicari bukan apa yang memuaskan diri dulu, tapi apa yang menyelamatkan diri di hadapan Ilahi kelak !
  3. Tampillah dengan semangat ‘’Islah’’ [memperbaiki] bukan datang dengan mental siap menikmati !
  4. Fahami makna sesungguhya dari usaha ‘’Membangun Ummat’’ (lebih…)

Alloh SWT berfirman:
وَمَا النَّصْرُ إِلا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ
“Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Alloh…” (QS. Ali Imron:126 dan Al-Anfal:10)

Ayat ini mencakup ungkapan yang menggunakan cara hashr (pembatasan) yang diikuti istisna’ (pengecualian), yang itu menunjukkan pembatasan bahwa kemenangan hanya tergantung kepada Alloh saja.

Ketika makna ini hilang dari sebagian kaum muslimin di saat perang Hunain dan mereka merasa bangga dengan banyaknya jumlah mereka, yang terjadi adalah kekalahan, ini agar mereka tahu bahwa jumlah dan perlengkapan itu tidak memberikan manfaat sedikitpun kecuali atas izin Alloh. Alloh SWT berfirman: (lebih…)


Dengan kata lain: Tujuan pokok jihad adalah memenangkan Islam, bukan semata-mata mati syahid.

Tetapi keutamaan mati syahid terdapat beberapa dalil:

1) Firman Alloh SWT:

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنْ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمْ الْجَنَّةَ

“Sesungguhnya Alloh telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan jannah untuk mereka.” (QS. At-Taubah:111)

2) Dari Abu Huroiroh ra. bahwasanya Rosululloh SAW bersabda:
انتدب الله لمن خرج في سبيله لا یخرجه إلا إیمان بي وتصدیق برسلي، أن أرجعه بما
نال من أجر أو غنيمة، أو أدخله الجنة، ولولا أن أشق على أمتي ما قعدت خَلْف سریة،
ولوَدِدت أن أقتل في سبيل الله، ثم أحيا فأقتل، ثم أحيا فأقتل
“Alloh telah menyeru siapa yang keluar di jalan-Nya, ia tidak keluar kecuali lantaran iman kepada-Ku dan membenarkan para Rosul-Ku, akan Aku kembalikan ia dengan membawa pahala atau ghonimah yang ia peroleh, atau Aku masukkan ia ke surga.” Kalau tidak memberatkan ummatku, aku akan ikut dalam sariyah, sungguh aku berangan-angan seandainya aku terbunuh di jalan Alloh, kemudian dihidupkan lagi, kemudian terbunuh kemudian dihidupkan lagi kemudian terbunuh.” (Muttafaq ‘Alaih) (lebih…)


Semua orang sepakat, baik yang beriman atau yang kafir, bahwa ada dua  prinsip dalam perang yaitu rahasia dan tipu daya walaupun cara memahami, masing-masing berbeda; bagi orang beriman, tipuan dalam perang tidak boleh sampai berkhianat dan membatalkan janji, ini tidak berlaku bagi orang-orang kafir.
Rosululloh SAW bersabda:
الحرب خُدعة

“Perang adalah tipudaya.” (Muttafaq ‘Alaih).

Kalimat dalam hadits ini termasuk ungkapan hashr mubtada’ (pembatasan
kata pertama di awal kalimat) yaitu : [ الحرب ] terhadap khobar (kata penjelas mubtada’) yaitu: [ خدعة ], artinya asas dan pilar terpenting dalam perang adalah tipudaya.
Sama halnya dengan sabda Nabi SAW:
الحج عرفة

“Haji adalah Arafah.”
Maksudnya bagian terpenting dalam haji adalah (wukuf) di Arafah, tapi di sana masih ada rukun lainnya.

An-Nawawi berkata: “Ulama sepakat tentang bolehnya menipu orang kafir dalam peperangan bagaimanapun caranya, kecuali kalau sampai membatalkan perjanjian atau melanggar jaminan keamanan maka menipu tidak diperbolehkan.” (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi : XII/45).

(lebih…)


Alloh SWT berfirman:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ یَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَیَنْهَوْنَ عَنْ الْمُنكَرِ وَیُقِيمُونَ
الصَّلاةَ وَیُؤْتُونَ الزَّآَاةَ وَیُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَئِكَ سَيَرْحَمُهُمْ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِیزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Alloh dan Rosul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Alloh; Sesungguhnya Alloh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”  (QS. At-Taubah:71)

Alloh SWT juga berfirman:
وَمَنْ یَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِینَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمْ الْغَالِبُونَ

“Dan barangsiapa mengambil Alloh, Rosul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Alloh itulah yang pasti menang.” (QS. Al-Maidah:56)

Ayat pertama mengingatkan pentingnya kesetiaan antar orang-orang beriman satu sama lain dalam rangka melaksanakan kewajiban iman serta memulai amar ma’ruf nahi munkar, sebab itu tidak akan bisa dipetik hasilnya kecuali dengan senjata dan kekuatan.

(lebih…)


Maksud saya thoghut hidup di sini adalah aimmatul-kufr (pemimpinpemimpin kekufuran) dan penguasa murtad yang memberlakukan bagi kaum muslimin syari’at pengganti, menyebarluaskan kekufuran dan perbuatan keji di tengah-tengah mereka.

Sedang saya sebut thoghut mati adalah kuburan-kuburan, bebatuan, pohon-pohonan dan benda mati lain yang disembah selain Alloh SWT dengan beragam ritual ibadah mulai dari berdo’a, minta tolong, menyembelih bernadzar dan lainlain.

Maka tidak bisa dibantah bahwa thoghut yang hidup lebih besar fitnah dan kerusakannya daripada benda-benda tadi.

(lebih…)


A. Seperti para penguasa yang berhukum dengan selain hukum Islam di berbagai negara berpenduduk muslim, penguasa seperti ini dihukumi kafir, sebagaimana firman Alloh SWT:

وَمَنْ لَمْ یَحْكُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الْكَافِرُونَ
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Alloh, maka mereka semua itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah:44)

Dalam Risalah Dakwatut Tauhid saya terangkan bahwa ayat ini adalah nash yang bersifat umum, kekufuran dalam ayat ini adalah kufur akbar (kufur besar yang bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam, penerj.). Di sana juga saya terangkan juga bahwa jika terjadi perdebatan pendapat antara para sahabat dalam menafsirkan ayat, kita harus memilih pendapat yang dikuatkan oleh dalil Al-Qur’an dan Sunnah seperti ditetapkan dalam ilmu Ushul Fiqih.

(lebih…)


Sebab orang murtad lebih besar kejahatan terhadap dirinya sendiri dan
agama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahulloh berkata:

“Telah tetap dalam sunnah bahwa hukuman orang murtad lebih besar daripada orang kafir asli ditinjau dari beberapa sisi, diantaranya karena orang murtad hukumannya adalah dibunuh, apapun kondisinya, tidak diperlakukan jizyah dan tidak ada jaminan keamanan baginya, lain halnya dengan orang kafir asli. Demikian juga, orang murtad tetap dihukum bunuh meskipun ia tidak memiliki kemampuan untuk berperang, sedangkan orang kafir asli tidak dibunuh kalau ia bukan termasuk pasukan perang.

(lebih…)


Ini berdasarkan firman Alloh SWT:
یَاأَیُّهَا الَّذِینَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِینَ یَلُونَكُمْ مِنْ الْكُفَّارِ
“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang berdekatan dengan kalian…” (QS. At-Taubah:123)

Ibnu Qudamah berkata:
“Masalah: Suatu kaum mesti memerangi musuh yang terdekat,”

Ini mengingat bahwa orang kafir yang terdekat lebih besar bahayanya, memeranginya akan menolak bahaya yang bakal menimpa orang yang berhadapan dengan musuh tersebut atau orang yang berada di belakang mereka, sementara menyibukkan diri memerangi musuh yang jauh akan memberi kesempatan musuh terdekat untuk mencuri kesempatan menyerang kaum muslimin, sebab kaum muslimin melalaikannya…”

Ibnu Katsir berkata menafsirkan ayat di atas:
“Alloh SWT memerintahkan kaum mukminin untuk memerangi orang-orang kafir yang paling dekat, kemudian yang paling dekat lagi dengan daerah Islam. (lebih…)


Alloh SWT berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
“Sesungguhnya orang-orang beriman adalah saudara”. (Qs. Al-Hujurot:10)

Rosululloh SAW bersabda:
المسلم أخو المسلم
“Orang muslim adalah saudara muslim lainnya.” (Muttafaq ‘Alaih)
Rosululloh SAW juga bersabda:
المؤمنون آرجل واحد إذا اشتكى رأسه تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمى
“Orang-orang beriman ibarat satu orang, jika bagian kepala mengaduh, seluruh badan akan menderita tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir)

(lebih…)

Laman Berikutnya »