Sabar adalah akhlak utama yang mendapat perhatian yang begitu besar di dalam Al-Quran, baik semasa makiyyah maupun semasa madaniyah[1]. Jumlahnya ada lebih dari 70 tempat[2]. Ini mengandung makna bahwa baik dimasa-masa sulit seperti semasa makiyyah maupun kondisi islam Berjaya semasa madaniyah kedua-duanya memerlukan kesabaran.

Sabar, secara lughowiyah (menurut bahasa) berarti menahan dan mengekang. Sedang menurut istilah Al-Quran sabar berarti menahan diri atas sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridho الله (QS. 18:28 ; QS. 13:22). Lawan dari sabar adalah jaza’u yaitu sedih atau berkeluh kesah (QS. 14:21).

Penggambaran sabar bisa bermacam-macam penyebutan tergantung dari situasi dan kondisinya. Berikut adalah penggambaran tersebut:

Sabar dalam kondisi berkecukupan disebut dengan pengendalian hawa nafsu.

Sabar dalam kondisi peperangan disebut Saja’ah (berani). Sabar dalam mengekang amarah dann kemurkaan disebut Al-hilmu (lemah lembut), sedang sebaliknya adalah Tadzammur (emosional). Sabar dalam menghadapi situasi zaman yang menyesakkan dada disebut dengan lapang dada. Kebalikannya adalah sempit dada.

Kepada para Mujahid ambillah bentuk-bentuk kesabaran tersebut sebagai bagian dari sikap antum sehari-hari. Sebab harus dipahami oleh setiap Mujahid, انشا الله  ,  الله pasti senantiasa akan menghadirkan ujian kepada antum semua (QS. 2:155-156). Dan hanya yang sabar sajalah yang akan lulus dari ujian (QS. 76:12 ; QS. 25:75 ; QS. 13:23-24).

Adapun tempat-tempat yang mengharuskan kita bersabar adalah:

1.    Kesabaran kepada diri

Liku-liku hidup masing-masing Mujahid tidaklah sama. الله yang lebih tahu yang mana yang cocok diujikan kepada hambaNya. Ada yang diuji dengan kemudahan-kemudahan (kesenangan), adapula yang diuji dengan kemelaratan dan kekurangan (kesedihan) (QS. 21:35). Kepada masing-masing الله hendak melihat mana yang lebih bisa bersabar (QS. 25:20). Artinya, ketika seseorang menerima ujian berupa kemudahan-kemudahan hidup, الله akan melihat sejauh mana ia bisa mengendalikan hawa nafsu. Apakah ia akan bersikap kikir dengan hartanya ataukah ia menjadi orang yang amanah terhadap hartanya. Juga ketika seseorang الله uji dengan kemelaratan dan kekurangan, الله hendak melihat adakah ia termasuk orang yang bisa bersabar menahan derita ataukan ia termasuk orang yang banyak berkeluh kesah (QS. 70:19-35). Yang jelas bagi seorang Mujahid apakah ia diuji dengan kemelaratan atau kemudahan, kedua-duanya baik baginya. Dengarlah sabda Baginda yang Mulia Rasulullah SAW: “Sungguh menakjubkan setiapp persoalan orang yang beriman. Sesungguhnya setiap persoalan adalah baik baginya. Hal mana tidak dimiliki kecuali oleh orang-orang mukmin manakala الله uji dengan kebaikan maka ia bersyukur dan kesyukurannya itu baik baginya. Manakala diuji dengan kesengsaraan ia bersabar dan bersabar itu baik baginya. (HR Muslim)”.

Ketahuilah wahai Mujahid, الله ciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji siapa diantara antum yang terbaik amalnya (QS. 67:2). Karena itu, apapun kondisi antum hari ini, itu adalah ujian terbaik yang sedang الله  cobakan buat antum. Berusahalah untuk lulus dari ujian tersebut dengan bekal sabar. Sampai kapan harus bersabar? Sampai الله sendiri yang akan memutuskan. Sebab kesabaran  itu datang dari الله (QS. 16:127) sehingga الله pula yang mengetahui sampai sebatas mana optimal kesabaran seseorang.

2.    Kesabaran kepada di luar Diri

Yang dimaksud dengan yang berada di luar diri adalah bisa istri, suami, bisa anak, ayah, ibu, saudara atau tetangga. Kesemuanya ini sadar atau tidak sabar akan menjadi lahan penguji kesabaran. Jangan dikira istri atau suami yang tiap hari menjadi pendamping setia kita selamanya akan menjadi pendukung. Adakalanya الله menguji kita lewat sikap manja mereka sehingga pernah terjadi dalam perang tabuk salah seorang sahabat Rasul sempat nyaris tertinggal berjihad lantaran ia agak terlena bersama istrinya (QS.9:38). Sebab itu berhati-hatilah bersamanya (QS. 64:14). Maksudnya berhati-hati adalah agar jangan samapi teman hidup kita mengarahkan diri kita kepada arah yang salah. Jangan sampai seperti keluarga A Lahab yang mana istrinya senantiasa menjadi sponsor suainya di dalam memusuhi kebenaran (Al-Islam). Kita berharap kepada الله agar kita dikumpulkanNya bersama-ssama istri, anak-anak dan keturunannya kedalam surge (QS. 52:21).

Jangan dikira anak-anak yang menjadi buah hati kita akan selamanya mendukung perjuangan kita. Kalaulah tidak dari dini kita melatihnya boleh jadi ia akan menjadi batu sandangan perjuangan (QS. 7:189-190). Senantiasa bermohonlah kepada الله (QS. 25:74) agar anak-anak kita tidak menjadi media penyiksa sebagaimana terjadi pada orang-orang munafik (QS. 9:55)

Jangan dikira teman gaul kita akan menyetujui langkah-langkah cara kita berjuang. Bahkan ada kalanya ia memberikan informasi yang dapat menggoyahkan keimanan dan mendatangkan keraguan. Sebagaimana pernah terjadi pada zaman Rasul SAW, adalah Uqbah Bin Abi Muith seorang penduduk mekkah yang mula-mula sudah cenderung kepada Islam. Tetapi karena bujuk rayu sahabat karibnya yang bernama yang bernama Ubay bin Kholaf akhirnya iapun mengurungkan niatnya memeluk Islam. Matinya penuh dengan penyesalan (QS. 25:27-29). Karena itu jika antum memiliki teman sepekerjaan atau setetangga, harus bersabar untuk tidak berkata yang neko-neko.  الله انشا Rasul pernah bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada الله dan hari akhir hendaklah berkata yang baik-baik atau diam”.

Di dalam QS. 3:186 الله berfirman: “Sesungguhnya kamu akan diuji terhadap harta dan dirimu. Dan kamu akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan الله berupa gangguan yang banyak. Tetapi jika kamu bersabar dan bertaqwa maka sesungguhnya yang demikian  itu termasuk urusan yang membutuhkan keteguhan hati.

3.    Kesabaran menetapi Irama Perjuangan

Wahai Mujahid janganlah QS. 9:42 mengenai diri antum yang merasakan bahwa perjalanan jihad ini sangatlah panjang dan melelahkan sehingga enggan untuk turut serta. Jangan pulu antum seperti para Ahli kitab yang الله  uji dengan penantian yang melelahkan dan mereka gagal sehingga hatinya mengeras dan menjadi fasik (QS. 57:16) dan jangan pula antum seperti orang yang berada dalam perut ikan yang kesal dan kurang bisa bersabar menghadapi ummatnya (QS. 68:48). Janganlah antum seperti keluarga Israel yang enggan tunduk kepada pemimpin mereka karena didapatinya sang pemimpin tersebut dirasa tidak memiliki kelebihan apa-apa (QS. 2:247). Ingat  bahwa antum berjuang bukan karena figure pemimpin, Tetapi antum mentaati pemimpin karena secara legalitas memang ia sah menjadi pemimpin. Walaupun ia seorang budak hitam, kalaulah secara konstitusi ia telah diangkat, kewajiban antum adalah menolongnya. Sebab meninggalkannya berarti antum merobohkan bangunan yang sedang ditegakkan. Atau misalnya, walaupun usianya baru 19 tahun tetapi karena secara konstitusi Rasul telah menetapkannya, maka Usamah Bin Zaid bin Haritsah adalah pemimpin yang wajib ditaati oleh sahabat sekaliber Umar sekalipun. Sebaliknya meskipun ia orang kuat setara mawiyyah, sepanjang ia menyalahi aturan maka tidak wajib mengikutinya. Jadi kepada Mujahid semua, tetapilah pemimpin yang ada dihadapan antum semua. Tidak pandang bulu apakah ia pemimpin shaff, daerah, wilayah bahkan pusat sekalipun sepanjang ada ketetapan yang sah maka taatilah ia. Tidak pandang bulu apakah ia masih muda usia, masih belum pernah merasakan pahit-getirnya perjuangan, atau masih cadel membaca Al-quran sekalipun asalkan undang-unang telah menetapkan, maka bagi Mujahid adalah sami’na wa atho’na. Kalaupun ada beberapa kekurangan, maka kekurangannya adalah kekurangan kita juga. Bantulah ia dengan doa (QS 2:250). Sokonglah ia dengan pemikiran. Ajarilah apa-apa yang ia tidak tahu sebagaimana الله juga mengajari calon khalifahNya Adam AS tentang apa-apa yng tidak diketahuinya (QS 2:31) sehingga layak menjadi khalifah dimuka bumi (QS 2:30).

Kemudian janganlah antum terlena terhadap keselamatan Negara dengan cara membuat kecerobahan-kecerobohan yang mencoreng nama Negara. Sebab pada hari ini orang belum bisa membedakan mana aturan dan mana pelaku aturan. Orang masih menyamakan antara pelaku dan anturan itu sendiri. Jika pelakunya buruk, maka ia katakan aturannya juga buruk. Jika antum membuat “kesalahan pribadi” dan orang luar tahu siapa antum, maka sudah dipastikan yang pertama kali dicerca adalah bukan antum tetapi ”wadah antum” (baca:Negara). Kalau “wadah” sudah menjadi sasaran pengrusakan, maka membangunnya kembali sehingga bisa diterima oleh sejarah membutuhkan waktu tidak kurang dari 4 generasi (100 tahun). Dan hari ini kita sedang membangun reruntuhan Negara yang dibuat berwajah buruk oleh lawan. Karena itu hendaklah kita berhitung dengan cermat agar langkah kita tidak menambah buruknya citra Negara. Tidak ada cara lain dalam hal menepis setiap isu kebohongan dan citra buruk kecuali dengan akhlak mulia. Camkan QS 68:4-6 “sesungguhnya engkau memiliki akhlak yang mulia. Maka kelk engkau akan melihat dan merekapun akan melihat siapa diantara kita yang sesungguhnya difitnah (sebagai pembut kekacauan)”. Apalagi hari ini kita sedang membangun “batas Negara” . maka sudah barang tentu memerlukan keteguhan kesabaran. Perhatikan QS 3:200 :” wahai orang-orang yang beriman sabarkanlah dirimudan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (diperbatasan negerimu untuk berperang) dan bertakwalah kepada الله  supaya kamu beruntung “. Ayat ini menjelaskan kepada kita agar senantiasa bersabar dalam menjag perbatasan Negara. Maksudnya, janganlah batas-batas Negara yang sedang kita bangun sehingga jelas furqonnya, tiba-tiba kita runtuhkan sendiri dengan kebocoran kita. Na’u dzubillahi min dzalik.

 

Penyerta Sabar

Sebagai penutup uraian tentang sabar ini, dibawah ini ada beberapa nukilan sabar yang الله gandengkan dengan hal-hal urgen sebagai berikut :

  1. Sabar akan mendatangkan pemimpin yang diberi petunjuk oleh الله (QS 32:24).
  2. Separuhnya syukur adalah sabar (QS 14:5 ;31:31 ;34:39 ;42:33) sebagaiman Ibnu Mas’ud RA mengatakan : “ Iman itu dua paruh : separuh adalah sabar dan separuh lagi adalah syukur “ (Ihya ulumudin IV :66).
  3. Sabar dan tawakal sebagai prasyarat bisa lolosnya dari ujian penganiayaan menuju tempat yang baik didunia dan akhirat. (QS 16 : 41-42).
  4. Sabar dan sholat merupakan media penghantar doa (QS 2:153).
  5. Sabar, tasbih dan istighfar adalah tiga serangkai yang tak terpisahkan sebagai bekal menanti janji الله (QS 40:55).
  6. Sabar adalah penyerta di medan jihad (QS 47:31 ; 16:110).
  7. Sabar menyertai amal sholih untuk memperoleh ampunan dan pahala الله (QS 11:11).
  8. Sabar dan takwa merupakan penangkal tipu daya musuh (QS 3:120).
  9. Memperjuangkan Al-haq (Kebenaran) haruslah dilandasi dengan Kesabaran (QS 103:1-3).

Wallahu a’lam Bis Showab


[1] As-Shobru fil Qur’an : Dr. Yusuf Qordhowi. Edisi bahasa Indonesia oleh Aunur rafiq Tamhid : Shabar suatu prinsip gerakan islam : Rabbani Press. Mei 1992

[2] Ihya Ulumuddin IV : 61 Bab Sabar : Imam Al-Ghazali