Intelijen berasal dari kata intelegence yang artinya kecerdasan atau bisa juga berarti keterangan yang bersifat rahasia[1]. Dalam takaran Negara intelijen berarti kecerdasan didalam mengendalikan keterangan rahasia agar tetap terpelihara tegaknya sebuah system Negara. Sesederhana apapun Negara tersebut, tetap membutuhkan ‘telinga’ dari intelijen. Lebih-lebih bagi bagi Negara-negara yang sedang berjuang, maka tidak hanya badan  intelijen resmi yang dibentuk pemerintah saja yang diperlukan tetapi setiap individu, setiap rakyat, setiap warga Negara harus memiliki kepekaan Intelijen ini. Maksudnya  bahwa setiap warga Negara harus menyadari bahwa dalam kondisi “aman” sekalipun harus ada tindakan antisipasi yang sudah dipikirkan. Karena itu meskipun dirinya ‘berbeda’ dengan masyarakat sekitar (QS. 25 : 52-53), tidak ada salahnya bergaul secara dekat dengan mereka (QS. 41 : 34) dengan tujuan menyerap informasi yang  الله انشا berfaedah bagi Negara (QS. 40 : 28 & QS. 41 : 34 & 23 : 96).

Rasul Muhammad SAW telah mengajarkan kepada kita cara-cara intelijen yang bisa kita terapkan sebagaimana beliau senantiasa menerapkan di dalam setiap tahapan menuju terwujudnya Negara Islam Madinah. Beberapa sikap intelijen itu diantaranya adalah:

1.    Menciptakan Permainan Steril

Rasul memulainya dengan membagun ‘jaringan’ Al-Arqom, sebuah tempat yang tidak pernah terfikirkan oleh bangsa Quraisy bahwa Rasul mengadakan kegiatan di rumah tersebut. Ini bsa dimaklumi karena sejak lama suku Quraisy bermusuhan dengan Al-Arqam. Sehingga mereka pun berfikir tidak mungkin Muhammad yang juga sama-sama Quraisy akan berhubungan dengan Al-Arqom[2].

Tetapi disinilah sifat fatonah (cerdas) Rasul Muhammad SAW, atas bimbingan الله melakukan ‘tindakan pengamanan’ mengaji ditempat yang tidak pernah terfikirkan musuh. Sebuah tempat yang memang sangat dibutuhkan ditahapan awal perjuangan. Yaitu tehapan dimana konsentrasi utamanya adalah membangun di dalam rumah sendiri tanpa harus terlibat dengan banyak konflik diluar.

Tentu saja hal seoerti ini harus menjadi pelajaran bagi setiap Mujahid bagaimana caranya agar pada hari ini bisa “leluasa beraktifitas dengan tidak mendapat gangguan yang bnyak dari pihak luar. Lebih-lebih pada saat ini dimana konsentrasi lebih banyak di curahkan untuk membangun struktur. Pembangunan akan sempurna manakala pihak luar tidak ada daya untuk memandang. Dalam hal seperti ini alangkah baiknya kalau para Mujahid mengamalkan QS 41 : 34.  الله  انشا suasana Al-Arqom bisa kita miliki.

Adakah antum telah melakukannya sebagaiman sang tauladan Muhammad melakukannya?.

Adakah tempat ta’lim antum bernuansa Al-Arqom sehingga bisa menjadi tempat yang steril bagi kelangsungan perjuangan?.

Kalaulah kita ingin meneladani cara Rasul berjuang tentulah kita menerapkan cara Rasul tersebut. Sebab Islam ketika masih dalam bentuk embrio membutuhkan cara seperti ini yaitu cara-cara yang memiliki ciri : Pertama, lebih mengutamakan pembinaan untuk memperkuat jaringan dalam dari pada harus berkonsentrasi bagaimana menghancurkan musuh. Sebab tindakan menghancurkn musuh tidak akan terlaksana jika pembinaan didalam kurang kuat (QS 4:77). Yang kedua, proses penggerogotan wilayah musuh pada awalnya dilakukan dengan lebih mengutamakan dengan cara-cara yang tidak terlihat (QS 13:41 : QS 10:87) dari pada cara-cara vulgar yang justru akan merusakkan perjuangan.

 2.     Menciptakan Trik-trik Cerdas Untuk Keselamatan Perjuangan

                Peristiwa hijrahnya Rosul Muhammad SAW ke yastrib (sekarang bernama Madinah) banyak memberi pelajaran betapa Rosul senantiasa mampu mengatasi keadaan dengan cara menciptakan trik-trik cerdas untuk keselamatan perjuangan

Pertama, ketika musuh islam yang terdiri dari gabungan para pemuda Quraisy mengepung rumah rosul, maka Rosul menyuruh Ali RA agar menempati tempat tidurnya dan berselimut dengan selimut Rosul. Para pemuda yang mengintip rumah Rosul mengira bahwa Muhammad SAW masih tidur ditempatnya, padahal yang sesungguhnya Rosul sudah bergerak bersama Abu Bakar menuju tempat persembunyian sementara yaitu gua Tsur.

                Adakalanya kita membutuhkan cara seperti Rosul ini yaitu “mengelabuhi mata musuh” terhadap aktivitas yang sesungguhnya. Umpamanya: bisa saja dilahirnya kita melakukan acara kemping, mincing, lobi-lobi bisnis atau kegiatan olahraga, tetapi didalam bungkus ini ada aktivitas lain yang tak terlihat oleh mata musuh. Perlu dipahami meskipun ada perasaan aman ini, maka trik cerdas dari Rosul ini haruslah diterapkan. Tiap tempat mungkin berbeda bentuk, tetapi tujuan sama yaitu mengamankan aktivitas dari intaian kecurigaan musuh.

Kedua, Rosul Muhammad SAW bersama Abu Bakar bermalam di gua Tsur selama tiga hari tiga malam. Amir bin fuhiroh pembantu Abu Bakar melepaskan kambing gembalaanya disekitar gua Tsur untuk menghapus jejak langkah Rosul dan Abu Bakar. Di malam hari air susunya bisa diminum oleh kedua tokoh ini tanpa sedikitpun ada kecurigaan dari kafir Quraisy. Sedangkan Abdullah, anak Abu Bakar disuruh oleh Abu Bakar agar berbaur dengan msyarakat Quraisy disiang hari dan malamnya datang ke gua Tsur untuk menyampaikan informasi yang bisa disadap berkenaan dengan lolosnya kedua tokoh ini dari sergapan mereka. Ketika diperoleh informasi bahwa kafir Quraisy sudah terputus asa setelah hampir tiga hari mengejar Muhammad SAW dan tidak ditemukan, maka Rosul dan Abu Bakar keluar di malam hari dari gua Tsur menuju Yastrib. Memang betul kafir Quraisy telah sampai kemulut gua Tsur. Tetapi demi dilihatnya ada sarang laba-laba dan burung yang sedang bertelur didepan gua, kafir Quraisy berkesimpulan bahwa tidak mungkin Muhammad SAW yang mereka cari masuk kedalamnya karena sarang laba-laba dan sarang burung tidak terkoyak.

I’tibar (pelajaran) yang bisa diambil dari peristiwa ini adalah perlu kiranya setiap Mujahid menyelamatkan pemimpin dengan cara seperti ini, yaitu hilangkan jejak pemimpin ketika beliau dalam kondisi tidak aman (dicari lawan). Caranya antum yang lebih tahu. Bisa dengan cara berganti kendaraan ketika bersafar, mengganti baju ditengah perjalanan dan cara-cara serupa yang bisa menghapus jejak dari intaian musuh. Sekali lagi jangan berfikir aman dan aman lantas antum sebagai Mujahid mengabaikan hal ini. Berfikirlah bahwa hari ini adalah Assa’ah Fi waktil harbi dimana musuh melihat aktifitas Mujahidin seperti ikan dalam aquarium.

Berikutnya yang harus antum lakukan adalah menempatkan orang disarang musuh sebagaimana  Nabi Musa As mengutus saalah seorang rakyatnya dijantungnya informasi kerajaan firaun (QS. 40 : 28) atau sebagaimana Abdullah Bin Abu BAkar melaksanakan tugas ini demi keselamatan risalah. Untuk itu, bagi Mujahid yang sekarang mencari nafkah dinegeri orang meskipun negeri itu  berbau thogut,  tetaplah antum pada posisi sekarang sebab siapa tahu di tempat ini ada berita yang bermanfaat bagi Negara (QS. 48 : 9). Juga para Mujahid yang bekerja sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, pengojek, tukang sayur, pedagang, petani, peternak, guru, dosen, ustadz, manager, sampai konglomerat, niatkan pada diri antum bahwa pekerjaan yang antum tekuni adalah sarana antum untuk berdakwah dan sekaligus menjadi telinga bagi Negara. Apapun profesi antum sepanjang dibenarkan oleh syar’i, sangatlah mulia. Karena antum bercita-cita mulia yaitu tegakkanya aturan Islam secara Negara. Disamping juga sangat berguna untuk mengetahui pandangaan atau strategi musuh terhadap pemimpin atau jamaah secara keseluruhan. Dengan demikian, makin banyak telinga yang terpasang disetiap lini kehidupan, makin mudahlah bagi Negara untuk melakukan inprovisasi aktifitasnya. Tinggal tugas humas baini untuk membuat system yang bisa dengan mudah mengakses mereka dan memberi tugas kenegaraan. Dan yang tidak kalah pentingnya sekecil apapun informasi yang datang dari “kepanjangan tangan humas ini” bagi pimpinan harus di tanggapi dan disusun langkah-langkah antisipasi.

I’tibar yang lain lagi adalah perlu kiranya tempat tinggal pemimpin dan juga tempat tinggal setiap Mujahid dibentengi dengan hal-hal yang membuat orang menilai antum sebagai biasa-biasa saja (orang kebanyakan). Ciptakanlah kondisi seolah-olah berbaur dengan mereka (QS. 25 : 52-53 : QS. 41 : 34). Penempelan atau pemasangan sesuatu (stiker partai anu, atau yayasan anu) untuk sekedar memberi kesan biasa-biasa kepada antum, sangatlah dianjurkan. Tentu saja semua cara tersebut harus tetap memperhitungkan nilai-nilai aqidah dan syariah yang shohihah.

Ketiga, perjalanan hijrah Rasul bersama Abu Bakar menuju Yastrib melalui jalan pantai yang tisak pernah dilewati oleh masyarakat Mekah pada umumnya. Ketika kebetulan ada orang yang berpapasan dengan Beliau, orang tidak mengenalnya. Bahkan orang lebih mengenal Abu Bakar karena Beliau seorang saudagar. Abu Bakar juga tidak memperkenalkan siapa sesungguhnya teman perjalanan dirinya. Abu Bakar hanya berkata bahwa ia adalah sahabat yang menunjuki jalan ke Yastrib.

Dari sini bisa kita ambil I’tibar bahwa diperlukan trik-trik yang tidak mudah dibaca orang. Meskipun pada waktu itu rasul merasa tidak aman, toh tetap melakukan antisipasi dengan bergerak pada jalur yang tidak diperhitungkan orang. Sama juga dengan antum bergeraklah dengan jalur yang orang tidak bisa memprediksi antum.  Dalam hal ini, Alhamdulillah sampai dengan hari ini pemerintah tidak mengeluarkan statemen berkenaan dengan standarisasi ibadah mahdhoh. Silahkan para Mujahid berkiprah ditengah-tengah berbagai golongan kaum Muslimin. Silahkan tiap Mujahid memasuki berbagai warna organisasi yang dibenarkan negara. Berbaur dan bergaul, tetapi jangan lupa dengan mengisi utama Mujahid (QS 40:28) dan jangan lupa tetaplah tawar ketika berenang dilaut asin. Tetaplah istiqomah ditengah-tengah gelombang yang bisa menghanyutkan (QS 41:30).

3.    Sebersih-bersih tauhid, setinggi-tinggi ilmu & sepandai-pandai siasat

Dalam salah satu pertemuan, Rasul pernah dipergoki mata-mata musuh dan disapa “dari mana kamu” Rasul menjawab “dari air”. Bagi musuh mengartikan dari air bahwa Beliau baru saja dari jamban. Tetapi maksud Rasul dari air bahwa memang setiap manusia berasal dari air, air yang bercampur (QS. 76:1-3).

Ini menjadi pelajaran untuk para Mujahid bahwa adakalanya menjawab pertanyaan dari orang yang belum dikenal jelas posisinya dengan jawaban diplomatic yang tidak membohongi tetapi juga tidak membuka kedok (QS. 8:30).  الله انشا Rasul pernah bersabda : perang itu tipu daya. Semaksimal mungkin antum bertipu daya terhadap musuh, tetapi tetap menjaga citra Mujahid. Tidak menodai perjuangan & ummat Islam dengan cara-cara yang merusak sebab antum telah pernah berjanji setia untuk tidak menodai Ummat Islam (QS. 5:1 : 89 : MF:5). Di manapun antum berada dan dalam kondisi situasi apapun tetap diperlukan kebersihan tauhid, ketinggian ilmu beradaptasi dan kepandaian bersiasat. Karena itu bekalilah diri antum dengan banyak membaca kisah-kisah tauladan para Rasul beserta para sahabatnya sehingga antum terkuatkan hatinya, sebab di dalamnya yang ada hanyalah kebenaran, pengajaran dan peringatan semata. (QS. 11:120).

Sudah saatnya bagi humas baini ditempatnya masing-masing berkoordinasi untuk merumuskan sikap-sikap intelijen yang bisa dijadikan rujukan oleh seluruh warga. Ini sangat penting, sebab jangan sampai tidak ada koordinasi sehingga terjadi ketimpangan dalam pelaksanaannya. Jangan sampai ada kondisi yang bersamaan ada warga yang berhati-hati tapi ada juga yang ceroboh. Akan sangat baik kalau bahasa-bahasa yang menyangkut structural tidak terdengar diluaran. Pakailah bahasa kaumnya  yang orang lain faham dengan alamnya sendiri (QS. 14:4). Ada contoh yang kurang baik yang sering terdengar ketika seorang warga memanggil LRh atau BPt baik ditempat umum atau di telpon. Jelas bagi orang lain yang mendengar ucapan ini akan bertanya-tanya sebab bahasa tadi aneh ditelinganya. Mungkin ssahabat kita ini bermaksud melucu tetapi seharusnya tidak boleh ada lelucon dalam keseriusan berjuang.

Juga diperlukan kesadaran dan kecerdasan yang tinggi. Jangan mentang-mentang belum ada perintah lantas ia boleh berbuat ceroboh. Sekali-kali justru karena perintah belum ada seharusnya ia bersikap hati-hati. Khawatir kalau-kalau tindakannya bertentangan dengan perintah dikala perintah tadi turun.

Fa’tabiru………. Ya Mujahidin fi kulli makan wa zaman.


[1] Kamus Inggris – Indonesia. John M Echol & Hassan Saddly. Cornell University Print Itacha & London. PT Gramedia  Jakarta. Des 1996.

[2] Tentang Al-Arqam ini selengkapnya bisa dibaca pada buku Manhaj Haraki tulisan Syaikh Munir Al-Ghaban.