Pada dasarnya di muka bumi ini hanya ada dua jalan (Q.S.90:10),  jika tidak ada pada yang Haq berarti pada jalan yang sesat ( “dholaalah” ). Di sini penulis menilainya dari sudut iktikad atau niat yang ada pada hati masing-masing, yang mana sudah sekian lama umat Islam terkotak-kotak sehingga belum ada kesatuan visi untuk satu langkah. Sebab itu secara umum,  untuk sementara ini penulis menganalisanya  berdasarkan kondisi yang  saat ditulisnya buku ini NII belum de facto kembali sehingga belum dikenal oleh setiap mu’min Indonesia. Dengan itu sementara ditulisnya buku ini penulis mengkategorikan posisi umat Islam Indonesia kedalam enam bagian :

  1. Posisi Yang Pertama, IKD (Islam  Kodisi  Dikaburkan). Hal tersebut  mengakibatkan “pasif”.
  2. Posisi Yang Kedua, I P I ( Islam Pola Ideal ) yang mengakibatkan kompromi.
  3. Posisi yang Ketiga, I P K ( Islam Pola Kepuasan ), mengakibatkan “Emosi Temporer ( ET )”.
  4. Posisi yang Keempat, I.T.S.L.A. ( Islam Tujuan Sistem Lepas Aturan ), mengakibatkan B.P.(Banyak Pimpinan)
  5. Posisi yang Kelima, I.S.B.R. (Islam Sistem Baru Rencana), yang  akibatnya “belum jadi”.
  6. Posisi yang Keenam, I.S.P.A. ( Islam Sistem Pakai Aturan), menghasilkan pola “Tauhid”

Posisi Yang Pertama, IKD (Islam  Kodisi  Dikaburkan). Hal tersebut  mengakibatkan “pasip”. Mereka ini memiliki hati yang bersih,  ikhlas,  ta’at beribadah sehingga siap menjalankan perintah-perintah Allah semaksimal kemampuan sesuai dengan ilmu yang sudah mereka ketahuinya. Mereka setuju bila seluruh hukum Islam itu berlaku,  hanya tidak tahu jalan harus bagaimana caranya. Sebab,   yang mereka  tahu dan dijadikan rujukan hanyalah kenyataan yang ada sehingga merasa cukup dengan jenis kegiatan yang terlihat biasa.

Umumnya mereka  itu  mengukur keikhlasan orang lain dengan keikhlasan dirinya sendiri. Sehingga percaya bahwa asal saja tokoh atau penguasa yang ngaku Islam di anggapnya tidak memusuhi Islam. Sehingga apa saja yang diomongkan oleh yang menjadi idolanya berpredikat tokoh Islam,  itu pula yang dijadikan pegangannya. Mereka tidak tahu ukuran mana kawan dan mana lawan apalagi musuh Islam. Tahunya cuma taat pada penguasa sebab penguasa juga dianggap sudah Islam. Dengan demikian mereka mudah dikaburkan dari pengertian Islam yang sesungguhnya oleh para penguasa atau oleh para ulama yang menjadi alat penguasa,  sehingga pasip tidak mencari pergerakan Islam, merasa cukup dengan menyerah kepada keadaan. Itulah sebabnya disebut “I K D”. Kepasippan mereka hanya karena dikaburkan,  risalah  yang hak pun belum sampai sehingga masih dalam kegelapan.

Namun,  bilamana suatu waktu risalah kebenaran itu sudah sampai kepada mereka,  dan masih juga tidak merubah sikap,  maka kegelapan itu akan menjadi kesesatan bagi diri mereka. Dan bisa jadi sebagaimana orang-orang yang keadaannya menganiaya diri sendiri ( Q.S.4 An Nisa:97).

Posisi Yang Kedua, I P I ( Islam Pola Ideal ) yang mengakibatkan kompromi. Yang pertama (IKD) pun sama kompromi hanya  diam. Sedangkan yang kedua ini  tidak tinggal diam, melainkan berusaha mencari wadah perjuangan dan memilihnya  sesuai dengan “ideal” atau pemikirannya,  bila perlu membentuknya yang baru. Disebabkan pilihan dasarnya ialah ideal, maka jelas wadah itu masih dalam sistem Pemerintah RI. Tentu,  mereka  yang masuk kedalam wadah-wadah yang mengatas-namakan Islam yang  dilegalisir oleh Pemerintah RI itu macam-macam tujuan dan motivasinya. Namun,  secara keseluruhan menggunakan pola ideal.

Pola pikir ideal  dalam hal ini, yaitu yang berjuang menurut cara yang dianggap ideal bagi dirinya. Dalam perjuangannya itu,  berpikir mana yang enak,  tidak ada risiko ancaman fisik dari musuh,  bahkan dengan cara itu sebagiannya memperoleh imbalan gaji atau tunjangan lainnya dari pemerintah yang menjegal perjuangan tegaknya Daulah Islamiyyah. Tegasnya,  bahwa perjuangan dengan pola ideal itu dalam bentuk kompromi. Sehingga terjadi interaksi antara mereka dengan aparatur pemerintah R I.

Jelasnya, bawa perjuangan pola ideal itu ialah berjuangtapi menurut cara yang  dianggap enaknya. Perhatikan ayat yang bunyinya:

“Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak berapa jauh,  pastilah mereka mengikutimu,  tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah:”Jika kami sanggup tentulah kami berangkat bersamamu”. Mereka membinasakan diri mereka sendiri  ; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang yang berdusta.”_(Q.S.9 At-Taubah:42).

Secara umum bahwa yang memasuki posisi kedua ini ialah karena berpola ideal,  mencari enaknya, tetapi secara khusus banyak juga yang memasuki posisi kedua ini,  didasari ijtihad yang diperolehnya,  karena belum mengetahui atau belum memahami cara perjuangan yang sesungguhnya menurut Islam. Niat dan Iktikadnya ikhlas untuk membela Islam sesuai dengan wawasan yang diperolehnya  sementara belum mengetahui yang lainnya yang lebih dimengerti olehnya, hal itu  suatu  yang dapat dimaklumi. Tentu,  apabila suatu waktu datang wawasan keilmuan mengenai pemisahan antara haq dan bathil,  maka dengan keikhlasannya itu akan segera menentukan sikapnya. Tetapi,  jika masih tetap saja begitu,  tidak komitmen kepada yang hak maka persoalannya bukan lagi keihlasan,  melainkan bisa terbawa kepada “Kamaa kafaruu fatakuunuuna sawaa-an.”(Q.S.4:89).

Posisi yang Ketiga, I P K ( Islam Pola Kepuasan ), mengakibatkan “Emosi Temporer ( ET )”. Mereka yang ada dalam posisi IPK ada sebagiannya yang berkeinginan  untuk menegakkan hukum Islam secara keseluruhan di bumi nusantara Indonesia ini. Mereka tidak mau seperti I K D yang berdiam diri menyerah kepada keadaan dengan mengandalkan tokoh-tokoh yang “ yes men” kepada pemerintah R I.  Juga,  tidak mau seperti I P I  yang kegiatannya terikat resmi tercatat dalam birokrasi. Sebab itu umumnya mereka tidak percaya terhadap IPI yang dianggap selalu kompromi dengan pemerintah R I.

Jelasnya, kegiatan I P K itu berdiri di luar organisasi yang resmi. Mereka tidak memiliki kepemimpinan yang resmi,  umumnya merasa  belum punya pemimpin. Pertemuan antara mereka atas dasar kesetiakawanan,  artinya bukan atas dasar tugas dari pimpinan,  karena itu kegiatan mereka pun informal dan insidental,  yang umumnya sebatas informasi dan diskusi.

Walaupun kegiatan mereka itu tidak resmi,  juga tidak jelas posisi struktur kepemimpinannya,  dalam arti sama, tidak ada bawahan dan atasan,dan tidak terdaftar dalam agenda birokrasi,  namun I P K itu tetap berada dalam sistem pemerintah R I,  sama halnya dengan IKD dan I PI. Adapun bedanya, I P K ini merasa “tidak puas” dengan sikap-sikap dari pemerintah RI yang dianggapnya tidak sesuai dengan norma-norma agama Islam. Misalnya,  dekadensi moral,  hak azasi,  kolusi dalam birokrasi,  azas tunggal,  demokrasi yang tidak murni dsb.

Mereka mengira bahwa hukum Islam bisa diberlakukan di Indonesia,  tanpa penggantian sistem negara,  dan mengira pula bahwa pemerintah R I juga bisa mematuhi kehendak umat Islam  bilamana umat Islam mengajukan tuntutannya. Sebab itu aktifitas yang menonjol dalam I P K itu ialah menggerakkan masa untuk mengambil perhatian penguasa agar mengabulkan tuntutannya. Disebabkan gerakan masa itu hanya sekedar protes sewaktu-waktu,  dan tidak di bawah komando struktur  yang riil,  melainkan hanya didasari spontanitas,  maka kelanjutannya pun hanya merupakan “emosi temporer”. Sebab,  masa yang digerakkannya pun umumnya ialah masa yang terbakar hasutan-hasutan secara spontanitas.

Begitu pula I P K ( Islam Pola Kepuasan),  yang merasa berjuang  yang katanya sebagai “presser group” terhadap pemerintah RI  akhirnya tetap saja seperti begitu,  merupakan “emosi temporer”,  karena dalam sistem yang sama. Walaupun terlihatnya keras,  namun tindakannya itu hanya sekedar “ngambek”, yang tidak lepas dari sistem pemerintah  RI. Dengan demikian IPK itu nilainya sama dengan I KD,  dan IPI,  yaitu  ” yang mengambil golongan kafir sebagai pemimpin (lihat Q.S.4 An-Nisa 139).

Apabila yang mereka lakukan itu,  karena masih dalam kegelapan (ketidaktahuan) mengenai jalan perjuangan yang sebenarnya menurut Islam,  artinya belum sampai kepada mereka risalah kebenaran Negara Islam Indonesia,  maka secara iktikad dan niat mereka dapat dimaklumi. Akan tetapi,  jika kepada mereka itu sudah datang “bayyinah”(penjelasan) mengenai Kebenaran N I  I,  tetapi masih saja mereka memihak Pemerintah RI,  maka keadaan mereka sama halnya “kamaa kafaruu fatakuunuuna sawaa-an”(Q.S4:89). Atau bisa menjadi zhaalimii anfusihim (Q.S.4:94).

Posisi yang Keempat, I.T.S.L.A. ( Islam Tujuan Sistem Lepas Aturan ), mengakibatkan B.P.(Banyak Pimpinan). Menyebutnya “sistem” karena mengatas-namakan NII (Negara Islam Indonesia),  proklamasi 7Agustus 1949 yang mana N I I itu merupakan “sistem”. Adapun disebut “lepas aturan”, karena mereka menamakan dirinya NII,  tetapi melepaskan aturannya. Artinya,  tidak didasari undang-undang,  seperti halnya mengenai pengangkatan pemimpin tertingginya.  Pengangkatan pemimpin yang tidak berdasarkan undang-undang,  yakni  tidak  sesuai dengan yang tercantum dalam Kanun Asasy dan PDB (Pedoman Darma Bhakti), maka mengakibatkan banyak pemimpin. Sebab,  tanpa undang-undang,   berarti siapa pun boleh merasa berhak diangkat dan mengangkat. Sebab itu tidak aneh bila dalam kondisi masih banyak yang tidak tahu aturan atau sengaja tidak mau pakai peraturan,  banyak yang masih binggung mengenai mana pemimpin N I I yang sesungguhnya. Sebab itu pula posisi mereka disebut  “ ITSLA”.

Untuk kembali kepada undang-undang NII akan sulit,  jika tidak didasari hati yang  ikhlas karena Allah,  sebab tidak semua yang kedatangan yang haq lalu menerimanya,  melainkan ada yang menolaknya,  karena sudah merasa cukup dengan ilmu yang ada pada mereka. Perhatikan ayat  yang bunyinya:

“Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa keterangan-keterangan,  mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh azab Allah yang selalu mereka perolok-olokkan.”_(Q.S.40 Al-Mu’min).

Akan tetapi,  bagi yang hatinya ikhlas karena Allah,  tentu begitu datang bayyinah,  maka segera menyambutnya,  sebab ingat kepada peringatan dari Allah SWT yang bunyi-Nya:

“Belumkah datang waktunya bagi orang -orang yang beriman,  untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka),  dan supaya mereka jangan seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepada mereka kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang fasik.” (Q.S.57 Al-Hadiid:16 )

Posisi yang Kelima, I.S.B.R. (Islam Sistem Baru Rencana), yang  akibatnya “belum jadi”. Disebut “sistem” karena ingin membuat sistem dari yang sudah ada. Jadi,  mereka juga ingin memisahkan diri dari sistem Pemerintah RI. Adapun disebut  “B R”(baru rencana),  karena secara hukum tidak memiliki sistem,  hanya baru merencanakan. Sedangkan yang namanya baru rencana,  berarti belum ada. Dengan demikian bila diri keburu mati,  maka masih terlibat kepada pengeterapan hukum-hukum kafir. Mereka yang posisinya di ISBR ingin menjalankan hukum-hukum Islam secara kaffah,  tetapi tidak mau dengan nama NII,  melainkan dengan nama lain. Artinya,  tidak merujuk kepada NII Proklamasi 7 Agustu 1949.

Sebenarnya kalau untuk di “luar Indonesia”, memang harus merencanakan tegaknya Daulat Islam tidak usah merujuk kepada NII,  artinya kalau bukan di wilayah yang sudah diadakan Daulah Islamiyyah. Sedangkan di Indonesia ini sudah diadakan Daulah Islamiyyah,  yakni NII,  pada tanggal 7 Agustus 1949 yang estapeta kepemimpinnannya juga terus berlangsung sesuai dengan perundang-undangannya. Jadi,  apabila ada lagi yang mengadakan selain itu,  maka berarti Bhughot”, dalam arti pemberontak terhadap N I I,  proklamasi 7 Agustus 1949.

Bagi yang memiliki iktikad / niat hati yang ikhlas guna menegakkan hukum-hukum Islam,  sedang posisinya masih berada pada ISBR,  karena belum mengetahui risalah penjelasan kebenaran N I I,  proklamasi 7 Agustus 1949 adalah dimaklumi. Akan tetapi,  bila suatu waktu datang kebenaran NII dengan segala penjelasannya,  sedang dirinya masih saja di ISBR dan tidak mau beralih kepada NII,  maka termasuk kepada yang disebutkan dalam ayat Al Qur’an (Q.S.57Al Hadiid:16)

Posisi yang Keenam, I.S.P.A. ( Islam Sistem Pakai Aturan), menghasilkan pola “Tauhid” sehingga satu N I I satu pimpinan. Disebut “sistem” karena berpijak pada Proklamasi Negara Islam Indonesia,  Proklamasi 7 Agustus 1949,  yang mana NII itu merupakan sistem. Disebut “pakai Aturan”, karena dasar pengangkatan pemimpinnya merujuk kepada peraturan yang tercantum dalam Undang- Undang N I I yaitu Qanun Azasy dan PDB (Pedoman Darma Bhakti) yang merupakan Maklumat-Maklumat Komandemen Tertinggi,  yang diantaranya MKT No:11 tahun 1959.

Disebut “pola tauhid”, karena pola perjuangannya bukan didasari ketidakkepuasan,  bukan pola ideal,  dan bukan  juga kehendak yang tanpa peraturan. Pengangkatan pemimpin/ Imamnya,  bukan karena pandangan ekonomi,  jasa,  turunan,  kekeluargaan,  kesenioran dan sebagainya, melainkan  didasari oleh nilai hukum “peraturan / perundang-undangan“ sehingga bersatu. Jelasnya,  bahwa disebut “pola tauhid” karena berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Saw serta Undang-Undang NII. Rasulullah Saw membentuk negara (pemerintahan Islam di Madinah),  membuat pula undang-undangnya. Dan ummat diwajibkan mentaatinya.