Pada garis besarnya, kafir berarti orang yang tidak mengakui adanya Allah. Namun bila ditinjau dari sudut pemerintahan Islam, maka istilah “kafir” itu terbagi dua :

  1. Harbi, yaitu yang wajib diperangi, karena menjegal pelaksanaan hukum-hukum Islam, atau mengganggu tegaknya kekuasaan Islam.
  2. Dzimmi, yaitu yang telah membuat persetujuan di bawah kedaulatan Islam. Karena itu wajib dilindungi. Ingatlah, bahwa di dalam pemerintahan yang menentang azas (hukum-hukum) Islam, maka tidak ada kafir dzimmi.

HUBUNGANNYA KAFIR DENGAN MUSYRIK

Ada pula kepercayaan yang termasuk kafir yaitu “musyrik”. Musyrik adalah suatu oknum yang mengabdikan dirinya kepada selain Allah atau menganggap ada sesuatu yang sama dengan Allah dalam sifat-Nya, pengaruh-Nya, aturan-Nya dan sebagainya yang searti dengan itu. Musyrik yang dikemukakan disini garis besarnya terbagi tiga macam :

  1. Musyrik Mulkiyah (kerajaan). Yaitu yang dirinya tidak merasa hidup dibawah Kerajaan Allah. Atau merasa hidup di bawah selain Kerajaan Allah. Jadi, bagi yang tidak bersedia menjadi warga lembaga Kerajaan Allah yang diwakilkan kepada hamba-Nya di muka bumi, maka dirinya itu termasuk ke dalam “musyrik mulkiyah”
  2. Musyrik Rubbubiyah (pengaturan). Yaitu yang merasa diatur/dipimpin oleh aparat selain aparat Allah (yang diwakilkan kepada hamba-Nya). Demikian juga bagi yang mengutamakan adanya peraturan lain daripada peraturan/hukum-hukum Allah, maka termasuk “musyrik rubbubiyah”. Disebut musyrik “Rubbubiyah” dan “Mulkiyah” tadi, sebab ke dua bentuk musyrik itu bertentangan dengan QS. 114 An-Naas : 2.
  3. Musyrik Uluhiyah (mengenai Allah). Yaitu menyembah selain kepada Allah.

KESIMPULAN

Dari pembahasan tema diatas tadi yakni bahwa dipandang dari kacamata Islam, maka hukum pidana semodel yang berlaku dalam orde Pancasila itu adalah “Hukum Jahiliyah”. Sedang oknumnya adalah thagut, kafir dan musyrikin atau serupanya.