Karena jihad fardhu ‘ain hukumnya pada beberapa kondisi yang telah kami sebutkan tadi, sedangkan jihad tidak bisa terlaksana — terlebih tumbuh berkembangnya teknologi persenjataan — kecuali dengan berlatih cara menggunakannya. Padahal (dalam kaidah Ushul Fiqih, penerj.) sebuah kewajiban yang tidak terlaksana dengan sempurna kecuali dengan melakukan suatu hal, maka suatu hal itu wajib hukumnya.
Demikian juga, latihan adalah salah satu bagian dari I’dad (persiapan) yang wajib berdasarkan firman Alloh SWT:

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi…” Qs. Al-Anfal:60
Nabi SAW menafsirkan kekuatan dengan sabda beliau:
ألا إن القوة الرمي
“Ketahuilah, kekuatan itu adalah melempar.”
Beliau mengatakannya tiga kali (HR. Muslim dari ‘Uqbah bin ‘Amir)

Di sini ada satu hal yang harus diperhatikan, bahwasanya latihan (tadrib) bukan syarat wajib jihad (saya telah sebutkan syarat-syaratnya pada bagian ketujuh), terlebih jika musuh menduduki salah satu negeri kaum muslimin dan ketika hukum memerangi musuh menjadi fardhu ‘ain.

Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata: “Adapun perang difa’ (mempertahankan diri), maka itu termasuk jenis perang paling ditekankan dalam rangka mengusir musuh yang menyerang kehormatan dan agama, perang seperti ini wajib berdasarkan ijma’. Apabila musuh menyerang agama dan dunia, maka tidak ada yang lebih wajib setelah iman selain menolaknya, tidak disyaratkan satu syaratpun, tetapi harus menolak sesuai kemampuan.” (Al-Ikhtiyarot Al-Fiqhiyah tulisan Ibnu Taimiyyah. Hal. 309)


Saya katakan:
Artinya, jika hukum jihad menjadi wajib, maka setiap muslim
selain yang memiliki udzur syar’i wajib turut serta dalam memerangi musuh
meskipun ia bukan orang yang terlatih. Tetapi, ia tidak boleh menggunakan senjata atau peralatan perang yang ia tidak bisa menggunakannya, supaya senjata itu tidak membahayakan dirinya dan saudara-saudaranya, ini berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda:
لا ضرر ولا ضرار
“Tidak (boleh) ada bahaya dan membahayakan.”

Setiap muslim juga harus komitmen dengan tugas yang sudah ditentukan pimpinannya di dalam jihad sesuai kemampuannya.