Sebelumnya mari perhatikan gambar dibawah ini:

A. RUKUN SYAHADAT “LAA ILAAHA ILLALLAH”

Laa Ilaaha Illallah mempunyai dua rukun yakni “Laa Ilaaha” dan Illallah”.

a. Laa Ilaaha

Kata “Laa” berfungsi sebagai An Naafi (peniadaan/ penolakan). Sedang Kata “Ilaaha” berfungsi sebagai Al Munfa (yang ditiadakan/ yang ditolak) karena sudah dimasuki kata “Laa”.

Jadi pada kalimat “Laa Ilahaa” mengandung rukun AN NAFYU (peniadaan/ penolakan) artinya meniadakan atau menolak segala kesyirikan dalam segala bentuk, wujud dan apapun. Terhadap “Laa Ilaaha” maka seorang muslim harus AL BARAA (berlepas diri/ putus ikatan) sebagai bentuk realisasinya. Bentuk realisasi Al Baraa tersebut diwujudkan dengan cara mengingkarinya (Al Kufru), memusuhinya (Al ‘Adawah), putus hubungan (Al Mufasholah) dan membencinya (Al Bughdhu). Itulah empat sikap yang harus dilakukan seorang muslim untuk menghancurkan (Al Hadamu) segala bentuk kesyirikan.

b. Illallah

Kata “Illa” berfungsi sebagai Al Itsbat (penetapan/ pengukuhan). Sedang Kata “Alloh” berfungsi sebagai Al Matsbut (yang ditetapkan/ yang dikukuhkan). Terhadap “Illallah” maka seorang muslim harus AL WALAA (Loyal) sebagai bentuk realisasinya. Bentuk realisasi Al Walaa tersebut diwujudkan dengan cara mentaatinya (Ath Tho’ah), menolong/membelanya (An Nushroh), mendekat (Al Qorbu), dan mencintainya (Al Mahabbah).  Itulah empat sikap yang harus dilakukan seorang muslim untuk membangun (Al Binaa) ridho Alloh.

jadi dalam melaksanakan Ibadah kepada Alloh agar Ikhlash (murni) maka yang harus dilakukan adalah MENGHANCURKAN (AL HADAMU) segala bentuk dan wujud kesyirikan yang kemudian MEMBANGUN (AL BINA) dalam tatanan kehidupan yang diridhoi Alloh.

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) Ad Dien yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah Ad Dien yang lurus”. (Al Bayyinah (98) ayat 5).

Makna dua rukun diatas banyak disebut dalam ayat Al-Qur’an, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

1) Surat Al Baqoroh (2) ayat 256

لاَ إِآْرَاهَ فِي الدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدمِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىَ لاَ انفِصَامَ لَهَا وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) Ad Dien (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

2) Az Zukhruf (43) ayat 26 dan 27

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاء مِّمَّا تَعْبُدُونَ

“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab (berlepas diri) terhadap apa yang kamu sembah” 

إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ

tetapi (aku menyembah) Ilah Yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku”.

3) Surat Al Mumtahanah (60) ayat 4

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya Kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara Kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. kecuali Perkataan Ibrahim kepada bapaknya[1470]: “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata): “Ya Tuhan Kami hanya kepada Engkaulah Kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah Kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah Kami kembali.”


B. RUKUN SYAHADAT “MUHAMMAD ROSULULLOH”

Syahadat ini juga mempunyai dua rukun, yaitu kalimat “abduhu wa rasuluh “ (hamba dan utusanNya). Dua rukun ini menafikan ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith (meremehkan) pada hak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah hamba dan rasulNya. Beliau adalah makhluk yang paling sempurna dalam dua sifat yang mulia ini, di sini artinya hamba yang menyembah. Maksudnya, beliau adalah manusia yang diciptakan dari bahan yang sama dengan bahan ciptaan manusia lainnya. Juga berlaku atasnya apa yang berlaku atas orang lain.

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن آَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً

“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa Sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Robbnya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Robbnya”. (Al Kahfi (18) ayat 110).