Bismillahirrohmanirrohim

KHUTBAH DALAM RANGKA TADZKIROH KE 63 APNII (bag 1)

Alhamdulillahirabbil ‘aalamiin, kita bersyukur kepada Allah SWT bahwa pada masa kita hidup masih mendapati kesempatan berjuang untuk tegaknya Negara Islam Indonesia, sehingga hukum Islam berlaku dengan seluas-luasnya. Kesempatan ini merupakan peluang emas bagi Umat Islam Bangsa Indonesia untuk mengunduh amal terbaik dengan mengorbankan jiwa, raga dan nyawa sehingga di yaumul akhir memasuki jannah tanpa hisab. Inilah jalan bagi mujahid yang berharap ridho Allah dan syahid dalam sabilillah.

Ingatlah! bahwa jihad fi sabilillah untuk tegaknya kalimatillah dan berdirinya Negara Islam Indonesia hingga hukum Islam berlaku dengan seluas-luasnya adalah fardu ‘ain bagi Umat Islam Bangsa Indonesia dari sejak di fatwakan pada tahun 1948. Hingga sekarang, fatwa tersebut belum bisa berubah kepada hukum jihad fardhu kifayah. Kesulitan berubahnya peralihan hukum jihad yang fardhu ‘ain menjadi fardhu kifayah, karena persyaratan yang dapat merubahnya belum terpenuhi, sebagaimana yang telah dituangkan dalam penjelasan singkat proklamasi 12 Syawal 1368 H / 7 Agustus 1949.

Penjelasan Singkat Proklamasi Negara Islam Indonesia point 5, 6 dan point 7 menegaskan, bahwa: Pertama, ”Insya Allah, perang suci atau revolusi Islam itu akan berjalan terus, hingga: a) Negara Islam Indonesia berdiri dengan sentausa dan tegak-teguhnya  ke luar dan ke dalam, 100% de facto dan de jure, di seluruh Indonesia; b) Lenyapnya segala macam penjajahan dan perbudakan; c) Terusirnya segala musuh Allah, musuh Agama dan musuh Negara, dari Indonesia; dan d) Hukum-hukum Islam berlaku dengan sempurnanya di seluruh Negara Islam Indonesia.; Kedua, Selama itu Negara Islam Indonesia merupakan Negara Islam di masa Perang atau Darul Islam fi Waqtil-harbi; dan Ketiga, Maka segala hukum yang berlaku dalam masa itu, di dalam lingkungan Negara Islam Indonesia, ialah Hukum Islam di Masa Perang.

Kekalahan tempur yang dialami APNII pada tahun 1962 telah berdampak pada hilangnya wilayah de facto (basis). Kini, Negara Islam Indonesia secara de facto belum memiliki wilayah kembali. Oleh karena itu, sesuai dengan hak yang telah ditetapkan Allah, bahwa bumi ini (Indonesia) diwariskan kepada hamba Allah yang sholeh dalam pengelolaannya, dan juga sebagaimana yang telah di klaim dalam proklamasi 12 Syawal 1368 H / 7 Agustus 1949 M, maka wajib (fardhu ’ain) bagi Umat Islam Bangsa Indonesia untuk mengambil kembali haknya yang telah direbut kafirin wal musyrikin Republik Indonesia laknatullah.

Walau belum adanya pengakuan secara nyata dari dunia Internasional pada masa lampau atas diproklamasikannya Negara Islam Indonesia pada 12 Syawal 1368 H / 7 Agustus 1949, namun secara de jure (yuridis) baik dalam perspektif hukum Allah maupun dalam pandangan hukum internasional, Negara Islam Indonesia adalah sah sebagai sebuah negara. Oleh karena itu, Dengan sebesar-besar taqwa dan sesempurna-sempurnanya tawakkal ’alallah, mempertahankan proklamasi berdirinya Negara Islam Indonesia adalah wajib bagi Umat Islam Bangsa Indonesia di masa kini.

Kapitalisme yang telah diwariskan Belanda kepada kafirin wal musyrikin Republik Indonesia laknatullah, cengkramannya telah semakin kuat. Realitasnya, Indonesia dalam perspektif ekonomi telah dikuasai oleh negara-negara kapitalis. Bukan hanya perusahaan-perusahaan swasta asing yang menguasai ekonomi Indonesia, pintu privatisasi BUMN yang telah dibuka lebar-lebar, adalah jalan yang sangat mudah bagi negara asing masuk dan menguasai saham-saham BUMN.

Swastanisasi dengan fondasi ekonomi kapitalis, telah membuktikan adanya penindasan atas rakyat Indonesia yang hanya punya kesempatan sebagai tenaga kerja. Dengan sistem kontrak, tenaga kerja Indonesia dipaksa menjadi buruh tanpa jaminan kesejahteraan dan masa depan. Oleh karena sistem itu, maka selamanya rakyat Indonesia hanya akan menjadi budak-budak kapitalis.

Dalam realitas politik, Indonesia mutlak dalam penjajahan demokrasi. Penerimaan sistem demokrasi sebagai sistem sosial dan politik dengan rela diterima tanpa perlawanan sedikitpun. Segelintir rakyat Indonesia yang anti demokrasi, yang berusaha untuk memperbaiki bangsanya dari kehancuran telah dipandang sebagai musuh negara. Labelisasi yang ekstrim pun telah dilekatkan oleh para penguasa kepada mereka yang anti demokrasi. Inilah realitas politik, dimana rakyat Indonesia telah diapndang sebagai musuh oleh negaranya sendiri. Tekanan-tekanan politik dunia internasional atas Indonesia, telah menghilangkan akal sehat para penguasa Republik Indonesia.

Kemudian, dalam hal penegakan hukum oleh penguasa Republik Indonesia, sebaiknya rakyat Indonesia jangan berharap keadilan. Karena keadilan tidak pernah ada dalam sistem hukum yang ditegakan oleh mereka. Terlebih bagi Umat Islam Bangsa Indonesia mengingkari hukum mereka adalah kewajiban dan merupakan bukti perlawanan atas hukum yang bukan hukum Allah.

Wahai Umat Islam Bangsa Indonesia, inilah realitas penjajahan atas bumi Indonesia. Ingatlah! bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia yang didengungkan pada tahun 1945 adalah kemerdekaan palsu. Sesungguhnya apa yang terjadi pada 17 Agustus 1945 hanyalah peralihan kekuasaan sebagaimana yang telah dijanjikan oleh imperialis Jepang pada tahun-tahun sebelumnya. Kalau masih menganggap perlihan kekuasaan adalah kemerdekaan bagi bangsa Indonesia, sesungguhnya Republik Indonesia pada bulan Desember 1948 de facto dan de jure telah gugur sebagai negara, karena Belanda telah memenangkan perang atas Republik Indonesia baik dengan perang frontal ataupun perang diplomasi.

Pasca gugurnya negara Republik Indonesia sebagai sebuah negara, kemudian pada 12 syawal 1368 H / 7 Agustus 1949 lahir negara baru, yaitu Negara Kurnia Allah Negara Islam Indonesia. Pada masa itu, wilayah Negara Islam Indonesia adalah wilayah yang lepas dari kekuasaan Belanda maupun kekuasan Republik Indonesia. Oleh karena lahirnya negara baru ini, kemudian Belanda memperalat para pejuang nasionalis yang telah banyak mendekam di negeri-negeri pembuangan untuk sama-sama melawan negara baru, Negara Islam Indonesia. Dengan taktik liciknya ”adu domba”, Belanda menggelar Konferensi Meja Bundar di Den Hag. Alhasil dari meja perundingan itu, lahir negara boneka yang diciptakan Belanda yaitu negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi. Salah satu persyaratannya adalah perangi dan hancurkan Negara Islam Indonesia. Wahai rakyat Indonesia, sadarlah! bahwa Republik Indonesia yang kini berkuasa hanya kedok dari Republik Indonesia Serikat ciptaan Belanda.

Oleh karena persyaratan berubahnya hukum jihad fardhu ’ain belum terpenuhi, dengan realitas penjajahan sebagaimana dikemukakan di atas. Maka penting untuk diingat dan disadari oleh Umat Islam Bangsa Indonesia pada masa kini, bahwa kita masih dalam masa perang suci atau masih dalam masa revolusi Islam. Maka, curahkanlah segala potensi yang kita miliki (q.s. 30:30) untuk berjalan dan berkobarnya perang suci hingga Allah memberikan pertolongan dan kemenangan.

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada Diin Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) Diin yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar Ruum:30)