Isteri yang baik tak sembarangan menantang suaminya apalagi sampai meminta cerai. Bercerai bukan pekerjaan mainan! Begitu juga suami yang baik tidak sembarangan mengiyakan bila isterinya menuntut cerai, sebab mengiyakan berarti jadilah perceraian itu! Jatuh talak satu!

Bagi para mujahid, perceraian dengan isteri harus dipertimbangkan masak-masak, bisa saja rahasia bocor, gara-gara bekas isteri/suami yang sakit hati karena kasus perceraian.

Demi kerahasiaan militer inilah, Quran memberikan petunjuk langsung tentang upaya-upaya mendamaikan konflik keluarga [QS 4:34-35]. Bahkan front perjuangkan diperintahkan Qur’an untuk mengirim utusan kepada kedua belah pihak guna mendamaikan situasi keluarga yang memanas [Wain hiftum tsiqoqo bainihima, QS 4:35], kata “tum”pada kalimat hiftum, diisyaratkan pada jama’ah ]. Sebab perceraian dalam keluarga mujahid, dampaknya jauh berbeda dengan perceraian di kalangan rakyat yang tidak berjuang.

Jika dalam keluarga menurut pertimbangan yang “dingin” dan “masak” memang sulit dipertahankan, sebab tidak lagi jadi wahana tegaknya hukum Allah [QS 2:229 – 230 ], maka bolehlah jalan perceraian itu diambil, itupun setelah meminta pendapat pimpinan perjuangan. Perceraian harus menjamin kondisi moral masing-masing semakin baik, bukan membuatnya berantakan hingga mengganggu lancarnya roda perjuangan.

Jika alasannya hanya karena, kejengkelan semasa, dirasa isteri kurang menarik, dsb dsb janganlah semua itu dijadikan alasan untuk bercerai, sebab jika kasusnya sekedar begitu [tidak sampai menghambat berjalannya hukum islam dalam keluarga], maka Allah memerintahkan setiap mujahid untuk bersabar, Insya Allah Dia akan memberi kebaikan yang banyak dari sisi lain sebagai pengobat kekurangan tadi [ QS 4:19 ].

Pemimpin tertinggi revolusi Islam [Nabi Muhammad] bersabda : Janganlah seorang muslim membenci seorang muslimah karena kekurangan yang ia lihat daripadanya, sebab boleh jadi sisi positifnya jauh lebih banyak dari sedikit kekurangan yang ia lihat tadi.”

Imam As Syahid pernah berpetuah “Seorang mujahid tetap lebih baik dari sebaik baik luar mujahi”, kalau petuah ini kita perluas “seoarang mujahid, tetap lebih baik dari semenarik-nariknya wanita luar mujahidah”. Ia telah menyertai engkau sekian lama dalam perjuangan, haruskah hari ini ditinggalkan hanya karena alasan yang remeh ??? Wanita muslimah bagi kita adalah mitra perjuangan, bukan “objek pelengkap penderitaan perjuangan” yang bisa digonta ganti sesuka hati.

Bila salah satu pihak melakukan tindak pidana Islam, atau mengkhianati perjuangan [berzina, membelot dsb], wajarlah kalau wanita meminta Qodhi Islam untuk memutuskan perkawinannya, jadi bukan kasus “kurang belanja” atau “jarang di rumah” harap jelas!

Kalau isteri mandul, tak perlu diceraikan, sebab sang suami diperkenankan memperoleh isteri tambahan yang subur. Dalam Islam kelapangan ini tetap ada (Mengenal polygami dibahas kemudian).

Tegasnya isteri mujahid harus senantiasa mengamankan garis belakang suaminya dalam melayari bahtera perjuangan yang bergejolak ombaknya ini!