Mata, telinga, perasaan harus senantiasa waspada dan tanggap dengan segala kemungkinan. Harus berusaha senantiasa “di atas angin”, jangan biarkan diri jadi korban konyol (gampang terjebak walau dengan melihat musuh).

Setiap mujahid harus pandai-pandai bergaul dan aktif mencari saudara baru guna meneruskan dan memperkuat perjuangan. Dengan orang yang tidak mengerti, belum faham akan nilai perjuangan, dia tidak mau beradu mulut, ngotot-ngototan beradu argumentasi. Dengan mereka yang belum mengerti, percuma berdiskusi. Lebih baik lakukan pendekatan dari hati ke hati agar timbul simpati, kemudian jadi gampang untuk dibawa mengerti. Berdebat seringkali menghasilkan kondisi “kalah-menang”, terkadang merenggangkan keakraban, seorang mujahid tahu membaca medan, mana yang menguntungkan dan merugikan dirinya secara perjuangan! Qur’an menjelaskan bahwa Ibadur Rohman adalah mereka yang mampu menjawab sapaan/obrolan yang bodoh menjadi sesuatu yang menyelamatkan.

Seorang mujahid mesti mampu membaca situasi dan kondisi masyarakat dimana dia tinggal, mana yang potensial menjadi kawan, mana yang potensial menjadi lawan, mana yang bisa didekati, mana yang jarak perlu dijaga tanpa membuat orang curiga.

Hati-hati bersikap dengan tetangga, sebab dia yang tahu persis siapa yang datang dan pergi ke/dari rumah kita, dan kegiatan apa yang sering berlangsung di rumah. Musuh biasanya mencari info dari rumah terdekat kita, pertengkaran denan tetangga, bisa berakibat fatal bagi perjuangan secara keseluruhan.