Semua orang sepakat, baik yang beriman atau yang kafir, bahwa ada dua  prinsip dalam perang yaitu rahasia dan tipu daya walaupun cara memahami, masing-masing berbeda; bagi orang beriman, tipuan dalam perang tidak boleh sampai berkhianat dan membatalkan janji, ini tidak berlaku bagi orang-orang kafir.
Rosululloh SAW bersabda:
الحرب خُدعة

“Perang adalah tipudaya.” (Muttafaq ‘Alaih).

Kalimat dalam hadits ini termasuk ungkapan hashr mubtada’ (pembatasan
kata pertama di awal kalimat) yaitu : [ الحرب ] terhadap khobar (kata penjelas mubtada’) yaitu: [ خدعة ], artinya asas dan pilar terpenting dalam perang adalah tipudaya.
Sama halnya dengan sabda Nabi SAW:
الحج عرفة

“Haji adalah Arafah.”
Maksudnya bagian terpenting dalam haji adalah (wukuf) di Arafah, tapi di sana masih ada rukun lainnya.

An-Nawawi berkata: “Ulama sepakat tentang bolehnya menipu orang kafir dalam peperangan bagaimanapun caranya, kecuali kalau sampai membatalkan perjanjian atau melanggar jaminan keamanan maka menipu tidak diperbolehkan.” (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi : XII/45).

Ibnu Hajar berkata: “Asal dari tipudaya adalah menampakkan hal yang berbeda dari sebenarnya. Hadits ini berisi peringatan untuk selalu waspada dalam perang dan anjuran untuk menipu orang kafir, siapa yang tidak menyadari tipudaya besar kemungkinan akan terkena dampak negatifnya.

Ibnul ‘Arobi berkata: Tipuan dalam perang bisa berupa mengkelabui atau menyamar atau yang semisal. Hadits ini berisi isyarat untuk menggunakan akal dalam perang, bahkan itu lebih diperlukan daripada sekedar nyali, karena itu di sini diungkapkan dengan ungkapan pembatasan (hashr) sebagaimana sabda Rosululloh SAW: “Haji adalah Arofah.” Ibnul Munir berkata: “Makna perang adalah tipudaya artinya: Perang yang cantik dan dilakukan oleh pelaku yang handal adalah yang menggunakan tipudaya, bukan semata saling berhadap-hadapan, sebab perang frontal tinggi resikonya sedangkan tipudaya dapat dilakukan tanpa resiko bahaya.” (Fathul Bari [VI/158]).

Tipudaya mempunyai banyak seni yang diketahui oleh orang-orang yang memang ahli, seperti teknik bersembunyi, kamuflase, tipuan-tipuan perang,  pengaturan waktu, dan sebagainya, kami tidak akan terlalu jauh membahasnya, risalah ini ditulis untuk membahas urusan-urusan yang bersifat syar’i, bukan seni perang.

Hanya, di sini akan kami bahas beberapa perkara syar’i kaitannya dengan masalah tipudaya. Perkara itu adalah masalah berbohong dan ightiyal (membunuh diam-diam, menyergap). Setelah itu, kita akan bahas masalah sirriyah (kerahasiaan, gerakan bawah tanah serta hubungannya dengan masalah tipudaya baik secara tinjauan umum atau khusus.

Pertama, Tentang Berbohong Kepada Musuh

Saya tidak dikatakan berbohong ketika perang, sebab berbohong kepada musuh diperbolehkan baik ketika perang atau tidak, seperti dalam dalil yang akan saya sebutkan berikuti ini, Insya Alloh SWT:

1. Adapun berbohong ketika perang, dalilnya adalah hadits Ummu Kultsum binti ‘Uqbah ia berkata:

لم أسمع رسول الله صلى الله عليه وسلم یرخص في شيء من الكذب مما تقول الناس إلا
في الحرب والإصلاح بين الناس وحدیث الرجل امرأته وحدیث المرأة زوجها
“Aku belum pernah mendengar Rosululloh SAW memberi dispensasi untuk berbohong dalam perkataan manusia selain ketika perang, mendamaikan orang, dan suami yang membujuk isteri atau isteri membujuk suami.” (HR. Ahmad, Muslim dan Abu Dawud, Tirmidzi meriwayatkan hadits semisal dari Asma’ binti Yazid).

An-Nawawi berkata: “Dalam hadits shohih ini, berbohong dibolehkan dalam tiga hal, salah satunya ketika perang. Thobari berkata: Dusta yang diperbolehkan dalam perang hanya yang bersifat samaran-samaran, bukan benar-benar bohong, ini tidak halal, demikian kata Thobari. Namun pendapat yang kuat adalah boleh benar-benar berbohong, tapi kalau dengan menyamarkan sudah cukup itu lebih baik. Wallohu A’lam.”(Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi : XII/45).

Ibnu Hajar berkata: “An-Nawawi berkata: Pendapat yang kuat adalah boleh berbohong — dalam arti benar-benar berbohong — dalam tiga perkara, tapi kalau bisa sekedar menyamarkan itu lebih utama. Ibnul ‘Arobi berkata: Bohong ketika perang termasuk dispensasi khusus yang diperbolehkan berdasarkan nash, sebagai kemurahan kepada kaum muslimin, karena mereka memerlukannya, dalam hal ini akal tidak bisa ikut campur — tidak perlu dipikirmengapa hal itu boleh, tapi syari’atlah yang menetapkan seperti itu, penerj. —

Kalau berbohong itu diharamkan berdasarkan akal, tentu berbohong seperti
ini tidak akan berubah menjadi boleh, demikian.” (Fathul Bari (VI/159).

2. Berbohong kepada musuh selain dalam perang. Bohong untuk selain urusan perang diperbolehkan karena beberapa alasan, diantaranya jika di dalamnya terdapat maslahat bagi agama atau dunia bagi orang beriman, atau untuk melepaskan diri dari gangguan orang-orang kafir. Dalilnya:

  • Kisah Nabi Ibrohim AS

Rosululloh SAW bersabda:

لم یكذب إبراهيم عليه السلام إلا ثلاث آذبات: ثنتين منهن في ذات الله تعالى: قوله
{إِنِّي سَقِيمٌ}، وقوله {بَلْ فَعَلَهُ آَبِيرُهُمْ هَذَا}، وقال: بَيْنا هو ذات یوم وسارة إذ أتى
على جبار من الجبابرة فقيل له: إن ها هنا رجلا معه امرأة من أحسن الناس، فأرسل
إليه فسأله عنها فقال: من هذه؟ قال: أختي. فأتى سارة قال: یا سارة ليس على وجه
الأرض مؤمن غيري وغيرك، وإن هذا سألني عنك فأخبرته أنك أختي، فلا تكذبيني

“Ibrohim AS tidak berdusta kecuali tiga kali (dusta): dua kali terkait dengan Dzat Alloh SWT yaitu ketika ia berkata: “Sesungguhnya saya sedang sakit.” (QS. Ash-Shoffat:89, beliau mengatakannya ketika diajak kaumnya mengikuti hari raya mereka, penerj) dan berkata: “Tapi yang menghancurkan patung-patung ini adalah patung terbesar itu.” (QS. Al-Anbiya’:63) Rosululloh SAW melanjutkan: “…Suatu ketika Ibrohim dan Sarroh datang ke negeri seorang penguasa bengis, ada yang melapor kepada raja itu bahwa di sini terdapat seorang lelaki bersama isterinya yang berparas sangat cantik, maka Ibrohim dipanggil lalu ditanya: “Siapa wanita ini?” Beliau menjawab: “Saudariku.” Setelah itu, Nabi Ibrohim menemui Sarroh dan mengatakan: “Hai Sarroh, di negeri ini tidak ada yang beriman selain aku dan kamu, dan raja itu bertanya kepadaku tentang dirimu, maka kuberitahu ia bahwa engkau adalah saudariku, maka janganlah engkau anggap aku pendusta.” (HR. Bukhori dari Abu Huroiroh : 3358).

Dari kedustaan yang ada dalam isi hadits ini, ada yang mengandung maslahat agama, ada yang dilakukan untuk menghindari gangguan orang kafir.

  • Kisah Ashaabul Ukhdud

Disebutkan dalam riwayat Muslim dari Shuhaib ra. bahwasanya Rosululloh SAW bersabda:

آَانَ مَلِكٌ فِيمَنْ آَانَ قَبْلَكُمْ، وَآَانَ لَهُ سَاحِرٌ، فَلَمَّا آَبِرَ قَالَ لِلْمَلِكِ: إِنِّي قَدْ آَبِرْتُ فَابْعَثْ
إِلَيَّ غُلامًا أُعَلِّمْهُ السِّحْرَ، فَبَعَثَ إِلَيْهِ غُلامًا یُعَلِّمُهُ وَآَانَ فِي طَرِیقِهِ إِذَا سَلَكَ رَاهِبٌ،
فَقَعَدَ إِلَيْهِ وَسَمِعَ آَلامَهُ فَأَعْجَبَهُ، وَآَانَ إِذَا أَتَى السَّاحِرَ مَرَّ بِالرَّاهِبِ وَقَعَدَ إِلَيْهِ، فَإِذَا أَتَى
السَّاحِرَ ضَرَبَهُ، فَشَكَا ذَلِكَ إِلَى الرَّاهِبِ فَقَالَ: إِذَا خَشِيتَ السَّاحِرَ فَقُلْ حَبَسَنِي أَهْلِي،
وَإِذَا خَشِيتَ أَهْلَكَ فَقُلْ: حَبَسَنِي السَّاحِرُ
“Dulu ada raja yang hidup di zaman sebelum kalian, ia memiliki tukang sihir. Ketika usia tukang sihir mulai senja, ia berkata kepada raja: “Aku sudah tua, utuslah seorang pemuda kepadaku supaya kuajarkan ilmu sihir.” Maka raja itupunmengirim seorang pemuda (ghulam) untuk menjadi murid si tukang sihir. Ketika ditengah perjalanan, pemuda itu melewati seorang rahib (pendeta), lalu ia duduk dan mendengar perkataannya, ia terkesima dengan kata-kata rahib itu. Setiap kali ia berangkat ke tukang sihir, selalu ia melewati rahib dan duduk di sana, maka sesampai di tempat tukang sihir, ia cambuk pemuda itu. Pemuda itu mengadukannya kepadarahib, rahib berkata: “Jika kamu takut kepada tukang sihir, katakan: Keluargakumenahanku. Jika kamu takut keluargamu, katakan: Tukang sihir menahanku.” (Al-Hadits).

An-Nawawi berkata menerangkan hadits ini: “Hadits ini berisi kebolehan berbohong dalam perang atau yang semisal, ketika ingin menyelamatkan nyawa atau yang lain dari kebinasaan atau menyelamatkan nyawa orang lain yang tidak boleh ditumpahkan.” (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi : XVIII/130).

  • Boleh juga berdusta kepada orang kafir untuk maslahat duniawi.

Mengenai hal itu, terdapat kisal Al-Hajjaj bin ‘Alath yang diisyaratkan
oleh Ibnul Hajar dalam Bab: Berdusta dalam perang, ia berkata: “Ini dikuatkan oleh riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban dari hadits Anas mengenai kisal Al- Hajjaj bin ‘Alath yang dikeluarkan An-Nasa’i dan dishohihkan Al-Hakim, ketika ia meminta izin kepada Nabi SAW untuk mengatakan apapun yang ia suka demi kemaslahatan untuk menyelamatkan hartanya dari penduduk Mekkah, Nabi SAW pun mengizinkannya, Hajjajpun memberi tahu penduduk Mekkah bahwa penduduk Khaibar berhasil mengalahkan kaum muslimin (untuk membohongi mereka). Ada kedustaan-kedustaan lain yang
masyhur kisahnya…”

Kedua, Bolehnya Ightiyal (Membunuh Diam-Diam) Terhadap Orang Kafir Harbi (Yang Memerangi Kaum Muslimin)

Orang kafir harbi adalah yang tidak terkait perjanjian damai. Masalah ightiyal
ini terdapat dalam sunnah Nabi SAW, berlaku bagi orang yang gangguannya
terhadap Alloh dan Rosul-Nya SAW sangat hebat, ini juga diisyaratkan dalam
firman Alloh SWT:
فَاقْتُلُوا الْمُشْرِآِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ آُلَّ مَرْصَدٍ
“…maka bunuhlah orang-orang musyrikin di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian…”(QS. At-Taubah:5).

Adapun sunnah, dalilnya adalah Rosululloh SAW memerintahkan untuk membunuh Ka’ab bin Al-Asyrof dan Abu Rafi’ bin Abil Huqoiq, keduanya orang Yahudi.

1) Adapun Ka’ab, ia selalu memprovokasi kaum musyrikin untuk memusuhi kaum muslimin, ia suka mengejek Nabi SAW dengan syairnya, ia juga suka menggoda isteri kaum muslimin.

Bukhori dan Muslim meriwayatkan kisah pembunuhannya, Bukhori meriwayatkannya dari Jabir ra. Rosululloh SAW bersabda: “Siapakah yang mau membunuh Ka’ab bin Al-Asyrof? Sesungguhnya ia menyakiti Alloh dan Rosul-Nya.” Maka Muhammad bin Salamahpun berdiri dan berkata: “Wahai Rosululloh, apakah anda suka kalau aku membunuhnya?” beliau bersabda: “Ya.” Ia berkata: “Kalau begitu ijinkan aku mengucapkan beberapa kata (sesukaku).” Beliau menjawab: “Katakan saja.” Akhirnya Muhammad bin Salamahpun mendatangi Ka’ab (dan membunuhnya). (Hadits : 4037)

2) Adapun Ibnu Abil-Huqoiq, ia adalah orang Yahudi di Khaibar, pedagang di Hijaz, dialah yang dulu pergi ke Mekkah dan membujuk rayu kaum Quraisy untuk memerangi Nabi SAW sehingga terjadilah perang Ahzab. Dialah penyulut terjadinya perang Ahzab.

Bukhori meriwayatkan dari Al-Barro’ bin ‘Azib ia berkata: “Rosululloh mengutus beberapa orang Anshor untuk membunuh Abu Rofi’ — nama lain Ibnu Abil Huqoiq — si Yahudi, beliau mengangkat ‘Abdulloh bin ‘Atiq sebagai pimpinan. Abu Rofi’ selalu menyakiti Rosululloh SAW dan melakukan
konspirasi melawan beliau. Saat itu ia sedang berada di dalam bentengnya di
daerah Hijaz.” (Hadits 4039).

Bukhori juga meriwayatkan masih dari Barro’: “Rosululloh SAW mengutus
satu kelompok kepada Abu Rofi’, maka Abdulloh bin ‘Atiq masuk ke kediamannya di malam hari ketika ia terlelap tidur lalu membunuhnya.” (Hadits 4038).

Ketiga, Security (Gerakan Bawah Tanah) Dalam Islam

Kerahasiaan (security) dalam Islam berkaitan dengan dakwah umum maupun pribadi serta kegiatan-kegiatan militer. Masing-masing ada dalilnya:

1. Security dalam dakwah:
Pada asalnya, dakwah Islam itu harus dilakukan secara terang-terangan dan
terus terang. Sebab itu adalah dakwah kepada seluruh makhluk, juga berdasarkan firman Alloh SWT:

یَاأَیُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ

“Hai Rosul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Robbmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Alloh memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah:67).

Meski demikian, Nabi SAW masih melakukan dakwah secara sembunyi sebelum akhirnya diizinkan Alloh SWT. Bukhori meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra tentang firman Alloh SWT:
وَلا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلا تُخَافِتْ بِهَا

“…dan jangan kamu mengeraskan suaramu dalam sholatmu dan janganlah
pula merendahkannya…”

Ia berkata: Ayat ini diturunkan sementara Rosululloh SAW masih melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi di Mekkah.” (Hadits 4722). Ibnu Hajar berkata: “Bersembunyi di Mekkah yakni di awal-awal Islam.” (Fathul Bari : VIII/405).

2. Seseorang yang merahasiakan keimanannya (Kitmanul Iman).
Dalilnya adalah:
Firman Alloh SWT:

وَقَالَ رَجُلٌ مُؤْمِنٌ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ یَكْتُمُ إِیمَانَهُ
“Dan seorang laki-laki yang beriman diantara pengikut-pengikuti Fir’aun yang menyembunyikan imannya…” (QS. Al-Mukmin:28).

Alloh SWT juga berfirman mengenai Ashabul Kahfi:
فَابْعَثُوا أَحَدَآُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِینَةِ فَلْيَنظُرْ أَیُّهَا أَزْآَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ
وَلْيَتَلَطَّفْ وَلا یُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا إِنَّهُمْ إِنْ یَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ یَرْجُمُوآُمْ أَوْ یُعِيدُوآُمْ فِي مِلَّتِهِمْ
وَلَنْ تُفْلِحُوا إِذًا أَبَدًا
“Maka suruhlah salah seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lembah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun. Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.” (QS. Al-Kahfi:19)
Kerahasiaan dalam ayat ini terletak dalam firman Alloh SWT:
وَلا یُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا “…dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun…”

Kemudian dalam kisah masuk Islamnya Abu Dzar Al-Ghifari disebutkan bahwa ia menemui Nabi SAW kemudian berkata: “Terangkan Islam kepadaku,” maka beliaupun menerangkan kepadanya. Abu Dzar berkata: Maka akupun masuk Islam, kemudian beliau bersabda kepadaku:
يا أبا ذر، اآتم هذا الأمر، وارجع إلى بلدك، فإذا بلغك ظهورنا فأَقْبِل
“Hai Abu Dzar, sembunyikanlah urusan ini dan kembalilah ke negerimu, jika sampai berita kepadamu bahwa kami sudah menang, maka datanglah,”

Maka aku katakan: “Demi Dzat Yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku akan menyatakannya secara terang-terangan di tengah-tengah mereka.” (HR. Bukhori hadits 3522).

3. Security dalam kegiatan-kegiatan militer

Mengenai dalil kerahasiaan dalam kegiatan militer adalah sebagai berikut:

  • Riwayat yang dibawakan Bukhori dari Ka’ab bin Malik ra. dalam kisah ketidak-ikutsertaan dia dalam perang Tabuk, ia berkata:

ولم یكن رسول الله صلى الله عليه وسلم يريد غزوة إلا ورى بغيرها، حتى آانت تلك
الغزوة غزاها رسول الله صلى الله عليه وسلم في حر شدید واستقبل سفرا بعيدا
ومفازا، وعدوا آثيرا، فجَلَّى للمسلمين أمورهم ليتأهبوا أهبة غزوهم، فأخبرهم بوجهه
الذي یرید
“Rosululloh SAW tidaklah merencanakan satu peperangan kecuali beliau merahasiakannya. Hingga ketika beliau melakukan perang Tabuk dalam cuaca yang luar biasa panas serta menempuh perjalanan sangat panjang, melewati padang pasir dan menghadapi musuh yang banyak, maka beliau memberitahukannya kepada kaum muslimin supaya mereka bisa bersiap-siap dan arah yang akan dituju.” (Hadits 4418).

Perkataan Ka’ab ra.: “Rosululloh SAW tidaklah merencanakan satu peperangan kecuali beliau rahasiakan,” menunjukkan bahwa pada asalnya kegiatan-kegiatan militer harus dilakukan secara rahasia.

Abu Dawud juga meriwayatkan hadits ini dan menambahkan: “Dan beliau bersabda:”Perang adalah tipudaya”, hadits ini mengandung petunjuk dalam masalah militer, yaitu seorang pemimpin boleh keluar langsung bersama pasukan meskipun sebagian besar mereka tidak mengetahui kemana akan berperang, dalilnya adalah perkataan Ka’ab: “Rosululloh SAW memberitahu arah yang akan dituju.” Ini hanya ketika perang Tabuk, tidak pada yang lainnya.

  • Dalil yang lain adalah peristiwa Bai’atul ‘Aqobah, bai’at ini dilakukan secara rahasia (sembunyi-sembunyi).(Al-Bidayah wan Nihayah : III/160).
  • Dalil yang lain adalah hijrohnya Nabi SAW dari Mekkah ke Madinah adalah dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Alloh SWT berfirman:
    إِلا تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِینَ آَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ یَقُولُ
    لِصَاحِبِهِ لا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
    “Jikalau tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Alloh telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekkah) mengeluarkannya (dari Mekkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah berduka cita, sesungguhnya
    Alloh bersama kita.” (QS. At-Taubah:40).
  • Dalil yang lain adalah saat Nu’aim bin Mas’ud ra. menyembunyikan keislamannya ketika terjadi kasus antara pasukan Ahzab dengan Bani Quroidzoh pada saat perang Khondaq. [Ibnu Ishaq berkata: Nu’aim bin Mas’ud datang kepada Rosululloh SAW kemudian berkata: “Wahai Rosululloh, sesungguhnya aku masuk Islam sementara kaumku tidak mengetahui keislamanku, maka perintahkanlah aku sesuka Anda.” Rosululloh SAW bersabda:
    إنما أنت فينا رجل واحد، فَخَذِّل عنا إن استطعت، فإن الحرب خدعة
    “Hanya ada satu orang seperti engkau dalam tubuh kami. Oleh karena itu, lemahkanlah semangat musuh untuk kami sebisa kamu, sesungguhnya perang adalah tipudaya.”] (Al-Bidayah wan Nihayah : (IV/111) dan Fathul Bari : (VII/402)

Syaikhul Islam menyebutkan juga bahwa hal itu diperbolehkan bahkan terkadang wajib seorang muslim berkamuflase seperti orang musyrik di dalam penampilan, seperti berpakaian dan kepentingan semisal. Beliau berkata: “Lebih jelasnya, semua riwayat tentang larangan tasyabbuh terhadap orang kafir datang di awal-awal hijroh, kemudian dihapus dengan hal itu, sebab saat itu Yahudi memang berpenampilan tidak berbeda dari orangorang Islam, baik rambut, pakaian, penampilan dan lain sebagainya.”

Kemudian, hal itu ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah serta Ijma’, larangan tasyabbuh ini benar-benar jelas terlihat dipraktekkan secara nyata
ketika zaman kekhilafahan ‘Umar bin Khothob ra., yaitu perintah Alloh SWT
untuk menyelisihi orang-orang kafir.

Penyebab tasyabbuh dibolehkan karena kita tidak bisa menyelisihi mereka kecuali jika agama Islam menang dan berkuasa, seperti dilakukannya jihad, mewajibkan jizyah kepada mereka dan ketika mereka dalam kondisi hina. Makanya ketika di awal Islam di saat kaum muslimin lemah, larangan tasyabbuh tidak disyari’atkan. Tatkala agama Islam sempurna, menang dan
berkuasa, baru larangan itu disyari’atkan.

Contoh pada hari ini adalah seandainya seorang muslim hidup di negeri harbi, ataupun di negeri kafir non harbi, ia tidak diharuskan menyelisihi mereka dalam penampilan lahiriyah, sebab itu berbahaya bagi dirinya. Bisa saja hal itu sunnah bagi seseorang, terkadang bisa juga mengikuti penampilan mereka wajib hukumnya, mengingat kalau ia menyelisihi mereka akan membawa bahaya bagi dirinya, dengan syarat ada maslahat agama kalau ia bertasyabbuh dengan mereka, yaitu bertujuan untuk menyeru orang-orang kafir di sana kepada Islam serta mengawasi rahasia mereka untuk kemudian memberitahukannya kepada kaum muslimin, atau untuk menangkal bahaya yang hendak mereka lancarkan kepada kaum muslimin, atau maksud-maksud baik lainnya.

Adapun di negeri Islam dan negeri hijrah dimana Alloh SWT telah muliakan agama-Nya dan Alloh hinakan orang-orang kafir di sana serta mewajibkan mereka membayar jizyah, barulah di sana disyari’atkan untuk menyelisihi mereka.

Kalau sudah jelas bahwa menyelisihi atau menyamai mereka berbedabeda sesuai perbedaan waktu dan tempat, maka jelas pulalah makna haditshadits tentang permasalahan ini.” Selesai. (Iqtidho’us Shirothil Mustaqim, Ibnu Taimiyyah, tahqiq DR. Nashir Al-‘Aql cet. 1404 H juz I hal. 418-419.)

Saya katakan:
Inilah hal-hal kaitannya tentang sirriyah (security) dalam Islam berikut dalil-dalil syar’inya. Dari sana kini Anda mengetahui kesalahan orang yang mengatakan bahwa Islam tidak membenarkan perjuangan bawah tanah.

Ironisnya, sebahagian Da’i Islam mengingkari orang lain yang melakukan kegiatan sirri (rahasia). Pengingkaran ini menunjukkan bahwa I’dad fii sabiilillah (mempersiapkan diri untuk berjihad di jalan Alloh) tidak pernah terbetik dalam benak mereka, sebab kalau terbetik pasti mereka akan mengerti makna kerahasiaan, renungkanlah ini.

Alloh SWT berfirman:
وَلَوْ أَرَادُوا الْخُرُوجَ لأَعَدُّوا لَهُ عُدَّةً
“Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu.” (QS. At-Taubah:46)

Inilah yang terakhir kami sebutkan dalam pembahasan: Perang adalah tipudaya.