Sejak mula diproklamasikan NII menjadikan Islam sebagai asas negara dan menjadikan Al Quran dan Hadits shahih menjadi hukum tertinggi yang berlaku di dalamnya (Lihat Qonun Asasi Bab q pasal 2 ayat 1 dan 2). Bagi seluruh warga NII, Al Quran dengan penafsirannya yang benar, Al Hadits dengan keshahihannya adalah hukum tertinggi dalam Negara Islam Indonesia, seluruh rakyat berjuang wajib mempelajarinya dan berpegang teguh padanya.
Bila kehidupan yang dicita-citakan para ulama salaf adalah kehidupan seperti pada tiga kurun terbaik, yakni masa Nabi dan shahabat, masa Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in, maka ingatlah bahwa mereka itu semuanya berada di wilayah Darul Islam, tidak ada seorang pun dari ulama salaf di zaman itu yang rela menjadi warga Darul Kufr. Maka demikianlah keadaan Salaf yang Mujahidin NII cita-citakan, generasi salaf adalah generasi Darul Islam yang berjuang untuk sebuah Bumi Islam di mana Al Quran dan sunnah berdaulat penuh!! Untuk mencapai itu rakyat Islam berjuang harus giat berjihad, berijtihad dan bermujahadah. Berjuang bahu membahu untuk mencetak figur yang cocok menjadi rakyat negara Islam, struktur yang cukup dan cakap menjalankan syari’at Islam dengan tertib dan menentramkan, serta militer yang mampu menjaga pertahanan dan keamanan.
Kesetiaan terhadap Darul Islam adalah persoalan mutlak dalam cermin kehidupan salaf, lihatlah, sekalipun para Imam Madzhab Ahlus Sunnah disiksa dan dipenjara oleh pemerintah Islam ketika itu, tidak ada seorang pun yang berfikir untuk keluar dari pangkuan Daulah Islamiyyah dan lari ke wilayah Darul Kufr dan merelakan diri mereka menjadi bagian dari negara Non Islam (Muslim, Book 020, Hadith Number 4528. Chapter: Obedience to the ruler is forbidden in matters sinful, but is otherwise obligatory. It has been narrated on the authority of Yahya b. Husain who learnt the tradition from his grandmother. She said that she heard the Holy Prophet (may peace be upon him) delivering his sermon on the occasion of the Last Pilgrimage. He was saying: If a slave is appointed over you and he conducts your affairs according to the Book of Alloh, you should listen to him and obey (his orders).
Mereka lebih memilih menjadi warga Daulah Islamiyyah sekalipun ada yang tidak disukai dari pemimpinnya, daripada mengakui kepemimpinan Darul Kufr. Pertentangan yang sempat terjadi antara penguasa dan ulama ahlus sunnah ketika itu adalah pertentangan yang muncul di bidang pemikiran, bukan pada masalah pelaksanaan hukum yang berlaku. Hukum yang berjalan di zaman itu adalah Islam, dan mereka sepakat akan hal demikian. (Muslim, Book 020, Hadith Number 4528. Chapter: Obedience to the ruler is forbidden in matters sinful, but is otherwise obligatory. It has been narrated on the authority of Yahya b. Husain who learnt the tradition from his grandmother. She said that she heard the Holy Prophet (may peace be upon him) delivering his sermon on the occasion of the Last Pilgrimage. He was saying: If a slave is appointed over you and he conducts your affairs according to the Book of Alloh, you should listen to him and obey (his orders).
Adapun yang membuat mereka bersilang pendapat hanyalah sebatas bidang pemikiran (salah satu/di antara penyebabnya adalah akibat) masuknya filsafat Yunani ke dalam dunia Islam. Sepanjang sejarahnya, Ulama Salaf semuanya berpihak pada pemerintah Islam, bersetia pada negara Islam, bagaimana pun keadaan pemegang pemerintahan Negara Islam itu, selama hukum positif yang berlaku dalam negara adalah hukum Islam. (Muslim, Book 020, Hadith Number 4574. Chapter: The best and the worst of your rulers. It has been narrated on the authority of Auf b. Malik al-Ashja’i who said that he heard the Messenger of Alloh (may peace be upon him) say: The best of your rulers are those whom you love and who love you, upon whom you invoke God’s blessings and who invoke His blessing upon you. And the worst of your rulers are those whom you hate and who hate you, who curse you and whom you curse. (Those present) said: Shouldn’t we overthrow them at this? He said: No, as long as they establish prayer among you. No, as long as they establish prayer among you. Mind you! One who has a governor appointed over him and he finds that the governor indulges in an act of disobedience to God, he should condemn the governor’s act, in disobedience to God, but should not withdraw himself from his obedience. Ibn Jabir said: Ruzaiq narrated to me this hadith. I asked him: Abu Miqdam, have you heard it from Muslim b. Qaraza or did he describe it to you and he heard it from ‘Auf (b. Malik) and he transmitted this tradition of Alloh’s Messenger (may peace be upon him)? Upon this Ruzaiq sat upon his knees and facing the Qibla said: By Alloh, besides Whom there is no other God, I heard it from Muslim b. Qaraza and he said that he had heard it from Auf (b. Malik) and he said that he had heard it from the Messenger of Alloh (may peace be upon him). Muslim, Book 020, Hadith Number 4573. Chapter: The best and the worst of your rulers. It has been narrated on the authority of ‘Auf b. Malik that the Messenger of Alloh (may peace be upon him) said: The best of your rulers are those whom you love and who love you, who invoke God’s blessings upon you and you invoke His blessings upon them. And the worst of your rulers are those whom you hate and who hate you and whom you curse and who curse you. It was asked (by those present): Shouldn’t we overthrow them with the help of the sword? He said: No, as long as they establish prayer among you. If you then find anything detestable in them. You should hate their administration, but do not withdraw yourselves from their obedience)
Beritahukan kepada saya, mana dalam 3 kurun terbaik itu ada ulama salaf yang menjadi warga Darul Kufr?
Dari itu Mujahidin NII berkeyakinan, tidak mungkin bisa mengikuti jejak salaf, bili diri masih jadi warga Darul Kufr, sebab mana sunnahnya? Mana teladannya dari tiga kurun terbaik yang dijaminkan Nabi SAW? Mana ulama salaf yang menjadi warga Darul Kufr dalam 3 kurun terbaik itu? Tidak ada! Nabi dan shahabat sampai hijrah meninggalkan Darul Kufr membangun Madinah, Ad Daulatul Islamiyyah di bumi Yatsrib, sehingga tidak logis mengaku salafy, hanya sekedar menela’ah kitab-kitab salaf sementara membiarkan diri dikuasai hukum jahiliyyah. Lebih na’if lagi jika berbekal kitab salaf, tetapi malah mengajak ummat untuk memberikan ketho’atan kepada penguasa hukum jahiliyyah, dengan alasan pemimpin dari negara yang mencoret syari’at Islam sejak awal berdirinya ini adalah seorang muslim (RI yang kemudian disambung menjadi NKRI. Secara singkat sejarahnya begini; Pada tanggal 8 Maret 1950 Pemerintah RIS dengan persetujuan Parlemen (DPR) dan Senat RIS mengeluarkan Undang-Undang Darurat No. 11 Tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS. Berdasarkan undang-undang tersebut, berturut-turut negara-negara bagian menggabungkan diri dengan Republik Indonesia – Yogyakarta. Sehingga pada tanggal 5 April 1950 RIS hanya tinggal terdiri dari tiga Negara Bagian, yaitu Republik Indonesia, Negara Sumatra Timur (NST) dan Negara Indonesia Timur (NIT). Selanjutnya untuk menanggapi keinginan rakyat yang semakin meluas di negara-negara bagian yang masih berdiri, Pemerintah Republik Indonesia menganjurkan kepada pemerintah RIS, agar mengadakan perundingan kepada NST dan NIT tentang pembentukan Negara Kesatuan. Setelah pemerintah RIS mendapat kuasa penuh dari NST dan NIT untuk berunding dengan RI, maka dimulailah perundingan tersebut. Pada tanggal 19 Mei 1950 tercapai persetujuan antara kedua pemerintah yang dituangkan dalam satu “Piagam Persetujuan”. Ajaib, 4 hari sebelum persetujuan itu ditandatangani dalam rapat gabungan Parlemen dan Senat RIS, tanggal 15 Mei Presiden RIS Ir. Soekarno sudah membacakan Piagam Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada hari itu juga Preside Soekarno terbang ke Yogyakarta mengambil kembali jabatan Presiden Republik Indonesia dari Pemangku sementara Jabatan (Acting) Presiden Republik Indonesia Mr. Asaat. Dan besoknya Soekarno melantik anggota DPR NKRI di Jakarta. Dengan cara demikian, tamatlah riwayat RIS dan lahirlah NKRI. Lihat 30 tahun Indonesia Merdeka 1950-1964, hal. 42).
Jadi, mesti difahami, bahwa apa yang dilakukan rakyat dan Pemerintah Berjuang Negara Islam Indonesia adalah berusaha sekuat tenaga untuk mengembalikan wilayah Islam hingga menjadi tempat yang aman dan stabil untuk memberlakukan Hukum Islam di dalamnya. Menegakkan Al Quran dan Hadits shahih sebagai hukum tertinggi. Bila ini yang menjadi harapan ulama terdahulu, maka upaya ini pulalah yang tengah diperjuangkan oleh Mujahidin Negara Islam Indonesia.
Salaf yang difahami Mujahidin NII adalah 3 kurun generasi terbaik yang disebutkan Rasulullah SAW dalam haditsnya yang shahih, dan difahami dari sejarah bahwa 3 kurun tersebut adalah kurun kejayaan Islam di mana Al Quran dan sunnah buka saja diajarkan di masjid-masjid, tetapi menjadi hukum yang efektif berlaku di masyarakat. Maka menetapi jejak salaf dalam pandangan kita, buka sekedar mempelajari Al Quran dan hadits shahih belaka, tetapi merekonstruksi keadaan di masa Awal Islam tersebut di zaman ini, sehingga Al Quran dan Hadits Shahih tadi menjadi sumber hukum yang berjalan di masyarakat di bawah pengendalian pemerintahan Islam yang adil. Bahwa ada beberapa sarana yang berubah, itu adalah realitas zaman, tetapi maksud syari’ah harus tetap dipertahankan, dan Negara Islam Indonesia diproklamasikan untuk itu.
Harap diingat, bahwa Salafy (yang menyerukan untuk tegak di atas Quran dan hadits shahih) dengan NII (yang menjadikan Al Quran dan Hadits Shahih sebagai hukum tertinggi) tidaklah bersebrangan. Saya mencurigai adanya upaya intellijen untuk mempertentangkan keduanya, mungkin oknum yang mengaku ‘salafy’ berkewarganegaraan NKRI nya yang diperalat intellijen untuk menghancurkan NII, atau oknum yang mengaku rakyat NII yang merusak negaranya (seperti NII KW IX Abu Toto Panji Gumilang) dengan menyebarkan pemikiran bid’ah dan menyedot energi ummat dengan mempertentangkan NII – Salafy.
Hendaknya saudara-saudaraku warga negara Islam berjuang, maupun muslimin rakyat NKRI, tidak terjebak dalam pertentangan yang dibuat lawan ini, dan marilah kita belajar Al Quran dan Sunnah secara sungguh-sungguh, sehingga kita sampai pada kesimpulan yang sama, mana sebenarnya Rumah Islam yang harus kita isi dan bangun bersama.
November 6, 2009 at 5:24 pm
masih bingung,yg di maksud salafy=jafar umar?
Abuqital1:
Bukan. NII mencontoh Rosululloh SAW dan ITTIBA’ terhadap Sahabat, Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in.
November 7, 2009 at 1:57 am
Assalamualaikum, afwan kl d NII yg murni, ada proses syahadat ulang gak? Pandangan antm sendiri mengenai syahadat ulang gmn? Syukron
Abuqital1:
SYAHADAT adalah syarat seseorang untuk masuk Islam.
BAI’AT (red- Bai’at NII) adalah “Jual Beli” seorang Muslim kepada Alloh untuk menegakkan Dinul Islam di Indonesia dihadapan dan dengan persaksian “Komandan Tentara/ Pemimpin Negara Islam Indonesia yang bertanggung jawab, sesuai Al Quran, As Sunnah dan Konstitusi NII”.
Jika anda memang telah menjadi warga NII tetapi berada dikepemimpinan yang tidak sesuai konstitusi NII maka sebaiknya anda “memperbaharui (tajaddud)” untuk taat dan patuh pada pemerintah NII yang sesuai konstitusi NII. Jadi yang diulang adalah “Bai’atnya”, bukan syahadatnya.
Syahadat bisa diulang jika seseorang tersebut telah melakukan “hal-hal yang membatalkan syahadat” seperti misalnya “Murtad”.
November 10, 2009 at 12:14 am
assalamualaikum.
sikap bijak seorang muslim ketika melakukan kesalahan adalah istighfar dan meminta maaf kepada yg bersangkutan. bukan malah membuat perpecahan ditubuh umat.
jika ada hal yg disengketakan, bukankah sebaiknya duduk bersama dan bicara baik-baik.
Abuqital1:
bukan sikap bijak akhi bahasanya tetapi adalah “KEWAJIBAN” muslim yang menjadi warga NII untuk “istighfar” jika memang telah melanggar Al Quran, As Sunnah dan Konstitusi NII. Dan juga “Kewajiban” seorang muslim untuk meminta maaf jika memang telah melakukan kesalahan terhadap sesama muslim lainnya.
Maksud dari komentar akhi telah ana kirim lewat email. Silakan baca dan pahami isi email tersebut. Jazaakalloh telah berpartisipasi dalam blog ini.
November 10, 2009 at 10:57 am
Mengenai ba’iat,ana mau tanya Kenapa kt hrs berba’iat kpd imam yg tdk punya wilayah kekuasaan, yg tdk jelas siapa orangnya, dsb? Mengenai hijrah para ulama berbeda pendapat mengenai hukum tinggal di negeri kufur, yg rojih adalah hukumnya boleh selama tdk ada tekanan dan kita bisa menjalankan syi’ar2 agama islam dg bebas seperti sholat, shaum, hari raya, dsb. Dan D indonesia ini umat islam msh di berikan kebebasan untuk menjalankn syi’ar2 keislaman. Jd kt tdk wajib untuk hijrah dr indonesia ini.
Akan tetapi Kl pun hijrah tetap d haruskan seperti yg antm yakini, tentunya ke negeri islam yg statusnya jelas, bukan ke negara ilusi seperti NII.
Dan ana blm pernah mendengar para salafus shaleh berba’iat ke imam negeri fiktif yg tdk punya wilayah, yg ga jelas orangnya.
Abuqital1:
rupanya anda termakan propaganda tentang buku “Ilusi Negara Islam”. Insya Alloh pertanyaan anda nanti akan dijawab dalam bentuk artikel. Sebagai pembuka untuk wawasan berpikir anda silakan baca link dibawah ini:
November 12, 2009 at 1:45 am
Saya termasuk orang yang menghargai jasa orang tua dalam memperjuangkan islam di negeri ini, dan karena cintalah yang mendorong saya untuk menuliskan kalimat ini…
Semua orang mengaku salaf….
Yang paling pokok dalam memahami salaf adalah pada persoalan metodologi.
Harusnya kita berangkat dari pemahaman salafus shaleh yang utuh tanpa dipengaruhi oleh ada atau tidaknya NII di indonesia.. hal ini penting agar tidak ada talabus (campur aduk) pemahaman yang berakibat pada su’ul fahmi (pemahaman yang buruk) tentang salaf itu sendiri…
Karena kalo metodologi memahami salafus sholeh benar, kita bisa mendudukan NII secara proporsional.
Kadang-kadang kecintaan, persahabatan, atau bahkan kepemilikan menjadikan penilaian itu sangat subjektifit.
Saya teringat perkataan Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah ketika menilai Syaikh Al-Harwi penulis kita “Manazilu Sairin” (beliau ahlul hadits, alim, tsiqoh, amiran bil ma’ruf nahin ‘anil mungkar, dll) dengan sekian keutamaannya beliau bertutur: “Syaikhul Islam (Al-Harwi), orang yang kami cintai, tetapi kebenaran lebih kami cintai dari pada beliau.”
Artinya Ibnul Qayyim melepaskan segala ikatan emosional yang dapat mempengaruhi penilaian beliau terhadap al-hak.
Kaitannya dengan NII, dengan segala keutamaannya saya kira dapat menyesuaikan dengan paham salafus shaleh secara utuh jika terlebih dahulu membebaskan diri dari entitas sebagai warga NII dalam menilai al-hak.
Kalau NII diproklamasikan 7 Agustus 1949, sementara perjalanan Salafus shaleh sudah ada sejak -+ 14 abad silam, maka bukan hal yang baru untuk mengkaji salafus shaleh dalam berbagai aspek, termasuk untuk mencari posisi NII dalam kerangka pemahaman salafus shaleh.
Apa yang menjadi kekurangan bisa ditambahkan, yang lemah dalam aspek tertentu bisa diperkuat.. sehingga ittiba’ kepada salaf itu totality.
Apakah kita menganggap salaf tidak punya konsep perjuangan dalam kondisi kita berada di daar al-kufr??
Maka disinilah pentingnya metodologi dalam memahami salaf.
Sebagaimana perkataan Ali bin Abi Thalib ra.: “Kamu tidak bisa mengklaim/mengetahui kebenaran milik orang per orang, akan tetapi kenalilah al-hal itu maka kamu akan tahu siapa yang benar.”
Intinya pemahaman salaf berangkat dari nash dan pemahamannya kita ambil dari orang yang telah legitimate dari para sahabat, tabi’in dan tabu’ut tabiin >>>dan orang yang mengikuti mereka dengan CARA YANG BAIK<<<
Lihat surat at-Taubah: 100
Tentunya tidak dalam ranah menggurui, karena saya berharap antum sekalian juga sedang dalam proses menuju pemahaman salaf yang benar.. memang bukan salafi al-maz'um (sekedar klaim belaka), tetapi jangan pula menjadi pengikut salaf secara parsial.
Semoga bermanfaat
Wallahu a'lam bis showab
Abuqital1:
Syukron Jazaakalloh. Betul akhi, saya sangat setuju dengan komentar akhi. Pada intinya adalah NII telah berdiri sejak thn 1949 dan sekarang kita yang hidup pada masa ini adalah tinggal meneruskan perjuangan para Mujahid NII terdahulu yang dengan ikhlash mengorbankan jiwa, raga, nyawa serta apapun yang ada padanya semata-mata hanya untuk mentegakkan Kalimat Alloh.
Sejak berdirinya sampai sekarang tidak ada satu Imam NII pun yang menyatakan “Pembubaran NII” atau Imamnya menyerah ataupun Imamnya bergabung menjadi warga RI. Memang kita tidak mengingkari fakta sejarah tentang Mujahid NII yang tercerai berai akibat kekalahan perang dengan RI dan Salibis Belanda beserta sekutunya.
Saya sendiri ketika akan bergabung dengan NII terus memahami Konstitusi NII mulai dari Qonun Asasi, Strafrecht, Pedoman Darma Bakti dan yang lainnya. Dan kemudian saya kaitkan dengan perjalanan kehidupan Rosulullah SAW, para Sahabatnya, Tabi’in dan Tabi’it tabi’in. Dari tiga kurun waktu tersebut semuanya mereka berada dibawah naungan daulah islamiyyah dimana hukum Islam telah diterapkan, bukan sebatas wacana, simposium ataupun demo.
Insya Alloh dengan segala keterbatasan NII karena masih dijajah RI ana sendiri akan mempelajari “Ahkamu Sulthoniyyah” dan bermudzakaroh dengan para pembaca sehingga terbukalah pemikiran kita tentang bagaimana menjalankan roda pemerintahan NII khususnya dalam masa perang yang penuh kecurigaan dari dalam dan penuh tekanan dari RI dan “founding fathernya”.
Januari 12, 2010 at 10:41 am
assalaamu’alaikum…
salafy saat ini sedang ramai diikuti oleh orang2 yg tdinya mungkin dia mempunyai sdikit pemahaman tentang islam, doktrin2 dri ust2 salafy sering kerap membuat orang yg baru belajar alergi dengan orang2 di luar mereka, apalagi ktika mendengar negara Islam… mreka sudah bisa mentahdzir orang2 yg mendakwahi mereka yang berada di jalan penegakan daulah islam ini…
apakah salah posisi mereka?
sedang mereka hnya mengikuti apa yg di ajrkan oleh ust2nya tnpa di telaah lagi…
Abuqital1:
Sudah dipahami bersama bahwa salah satu syarat diterimanya ‘amal harus berdasarkan ‘ilmu. Berkaitan komentar diatas, maka pada saat ini seharusnya kita ITTIBA’ (mengikuti) terhadap generasi “Salafush Sholih”.
Dari sejarah kita mengetahui bahwa mereka semua (salafush sholih) hidup didalam NAUNGAN HUKUM ISLAM yang telah berlaku pada masa itu. Mereka tidak hanya sekedar dzikir, ta’lim dsj tetapi mereka juga ikut BERSAMA JIHAD FI SABILILLAH/ QITAL FI SABILILLAH. Singkatnya mereka itu (Salafush sholih) adalah SUFI MURNI dan MILITER MURNI (JUNDULLOH). Pada malam hari mereka bermunajat, “menghinakan diri” dihadapan Alloh. Tetapi pada siang hari mereka seperti “SINGA yang mengaum” yang siap memangsa para penentang Alloh. Itulah mungkin sedikit gambaran yang ada.
Kepada yang beraktivitas di “Salafy” teruslah tholabul ‘ilmi lalu ‘amalkan dengan perbuatan yang sesuai dengan contoh Rosululloh SAW. Rosululloh SAW “berkonftontasi (non kooperatif)” dengan “Pemerintah Quraisy” maka contohlah beliau. Rosululloh SAW beserta sahabat-Nya sering tampil di “kancah PEPERANGAN” maka contohlah mereka. Dan tentunya masih banyak lagi ‘amal jihad lainnya.
Maret 11, 2010 at 3:41 am
bagaimana menurut pendapat bapak nii dibwh TRB mereka juga menganggap nii paling hanif…?apa komentar bapak , nggak mungkinkan…ada 2nii dalam satu wilayah…siapa hanif menurut anda…?
Maret 11, 2010 at 3:41 am
bagaimana menurut pendapat bapak nii dibwh TRB mereka juga menganggap nii paling hanif…?apa komentar bapak , nggak mungkinkan…ada 2nii dalam satu wilayah…siapa hanif menurut anda…?
Abuqital1:
Sebelum NII diproklamirkan di Indonesia maka terlebih dulu sudah dipersiapkan Unsur-unsur pembentuknya seperti Konstitusi NII (Qonun Asasi, Qonun Uqubat) dan pemerintahan NII dg Imamnya Asy Syahid SM. Kartosuwiryo serta wilayah kekuasaannya (daerah D1).
Perlu anda ketahui bahwa SAAT INI KAMI MELANJUTKAN PERJUANGAN NII, bukan “Membuat”. Artinya Unsur-unsur pembentuk Negara yg saat ini terampas AKAN KAMI perjuangkan lagi seperti Wilayah Kekuasaan sehingga kami bisa melaksanakan Konstitusi NII secara sempurna 100%.
Yang dikatakan menjalankan roda pemerintahan NII maka sebenarnya menjalankan KONSTITUSI NII dan KONFERENSI CISAYONG sebagai cikal bakal program Jihad Fi Sabilillah NII. Jadi ukuran kebenarannya bukan karena faktor FIGURITAS, KETURUNAN IMAM, IDEAL dsj. Jika ditanya ttg NII maka ukuran kebenaran itu harus berdasarkan AZAS LEGALITAS yang mengacu pada Konstitusi NII. Bukankah kita mengakui Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rosul Alloh dikarenakan Beliau “SUDAH ADA LEGALITAS” dari Alloh yg termaktub didalam Al Quran.
Maret 11, 2010 at 9:22 am
pertanyaan abu abyan adalah pertanyaan cerdas…betul bgmn kita mau baiat,hijroh pd negara ilusi…..?
Juli 5, 2010 at 6:07 am
sebelum membentuk negara islam,. lihatlah diri anda dan sekitar anda,. sudah mampu atau belum,. nabi Muhammad jelas hijrahnya dari mekkah ke madinah,. nah nii hijrahnya dari indonesia kemana???cari dulu dong negara tujuan baru hijrah ya,. biar jelas dan terpercaya,. nii … nii shalat aja ga pernah bagaimana mau diriin negara islam,. saya jadi ragu anda islam atau bukan,. kelompok anda mirip MLM .. MLM nya agama, narik narik orang supaya masuk ke golongan anda terus suruh nipuin orang2 terutama orang tua apakah ini bukannya sesat menyesatkan,.
Abuqital1:
Ooo…anda terlalu sempit mengartikan hijrah. Sebelum ada perintah “Hijrah Makani (hijrah tempat” Alloh SWT. telah memerintahkan “Hijrah Ma’ani”, lihat Q.S. Al Mudatstsir[74]:5
“dan perbuatan dosa tinggalkanlah…”
Dan salah satu perbuatan dosa tersebut adalah mentaati sistem demokrasi yg merupakan wujud hukum jahiliyyah zaman ini.
Juli 5, 2010 at 6:11 am
Wawancara Exc, Sarjono Kartosuwiryo (Anak Kandung SM. Kartosuwiryo Pendiri DI/TII))
Pada 1950-1960-an, hanya seperseribu rakyat Indonesia yang menerima gagasan negara Islam. Kini lebih kecil lagi: satu per dua atau tiga ribu. Demikian Sarjono Kartosuwiryo, anak kandung SM Kartosuwiryo (pendiri DI/TII), yang kini bergiat di Forum Silaturahmi Anak Bangsa kepada Kajian Islam Utan Kayu (KIUK) Kamis lalu (29 Maret) di Radio 68H Jakarta.
————–
Beberapa waktu lalu ada sekelompok orang yang mengatasnamakan NII, yang meminta sumbangan dan melakukan beberapa penjarahan di Jawa Barat. Sebagai anak kandung almarhum SM Kartosuwiryo, pendiri DI/TII, apa tanggapan Anda?
Pertama-tama saya kaget juga ketika ada gerakan yang menamakan diri sebagai gerakan Negara Islam Indonesia (NII) sampai saat ini. Saya bertanya kepada diri sendiri, apa mungkin negara Islam dibangun di Indonesia dalam keadaan seperti ini? Sepanjang perhitungan saya dan pertimbangan akal sehat manusia, itu tak mungkin, kecuali hanya untuk menjual isu belaka.
Pada beberapa siaran media massa, saya tercengang karena ada yang menghubung-hubungkan gerakan ini dengan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) SM Kartosuwiryo. Padahal, yang namanya DI/TII Kartosuwiryo itu selesai sejak 1962.
Setelah itu, tak ada lagi gerakan yang menamakan DI/TII, baik di siaran pers maupun di tempat mana pun. Yang ada adalah gerakan sekelompok orang yang menamakan diri NII. Lalu, NII ini, terutama yang KW-IX di daerah Jakarta, mengadakan tindakan-tindakan yang abnormal, seperti tindak-tindak kriminal.
Ada berapa KW di NII saat ini?
Yang saya tahu ada sembilan. KW-I di Priangan Timur, KW-II di Jawa Tengah, KW-III di Jawa Timur, KW-IV di Sulawesi, KW-V di Aceh, KW-VI di Sumatera selain Aceh, KW-VII di Garut dan Bandung, KW-VIII di Kalimantan, dan KW-IX di Jakarta.
Nah, sampai kini gerakan ini masih hidup, independen, dan terlepas dari induknya. Dan, di antara orang-orang yang aktif di KW-IX tidak ada satu pun anak Kartosuwiryo, ataupun bekas anak buahnya. Semua adalah orang-orang baru yang mengambil isu Negara Islam Indonesia supaya produknya bisa dijual.
Sepertinya ada keterputusan ideologis antara Anda dan almarhum ayah Anda. Apa bisa disebut Anda bukan anak ideologisnya?
Bagi saya, Islam itu berasal pada suatu keinginan hidup yang mendambakan keselamatan di dunia dan di akhirat. Itulah yang selalu didengungkan para mubalig. Itu sudah merupakan cita-cita umum umat Islam. Kita ini selalu mencari kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Nah, Kartosuwiryo ini memodifikasi model mencapai kebahagiaan itu. Dalam perjalanan hidupnya, dia memulai karir di Serikat Dagang Islam (SDI), lalu di Serikat Islam (SI), di Partai Islam Indonesia (PII), ke Masyumi, sampai kemudian mendirikan DI/TII.
Itu semua dia lakukan untuk mengangkat Islam dan bangsa Indonesia dari kondisi keterpurukan penjajahan menjadi bangsa yang terhormat di mata dunia. Tapi, sayang, pada 1962, para pengikutnya di seluruh wilayah Indonesia baru berjumlah 40 ribu dari total jumlah penduduk Indonesia yang sudah berjumlah 40 juta saat itu. Jadi, rasionya satu berbanding seribu. Itu suatu kepemimpinan yang tidak mungkin.
Akhirnya, gerakan itu berakhir pada 1962 dengan keluarnya Maklumat Imam yang menyerukan untuk mengakhiri tembak-menembak dan kembali ke pangkuan Republik Indonesia. Ketika itu, usia saya baru lima tahun. Dan, saya dibesarkan sudah di daerah ini, di negeri ini, ketika bapak saya meninggal.
Jadi, ada modifikasi?
Ya, ada modifikasi dalam sejarah hidup Kartosuwiryo. Awalnya dia masuk di SDI, lalu SI, lalu PII. Akhirnya, dia membentuk DI/TII. Jadi, ada perkembangan mental dan keorganisasian sesuai dengan kondisinya saat itu. Begitu juga saya. Saya harus berkembang mengikuti kondisi masyarakat saat ini. Jadi, saya tetap harus bergumul dengan kondisi saat ini. Kalau tidak bergumul, perjuangan saya bisa mati.
Kita tahu, dulu ayah Anda membuat konstitusi Darul Islam yang bersifat eksklusif. Salah satu butirnya mengatakan bahwa pemimpin negara wajib Islam dan menteri-menterinya juga wajib Islam semua. Kalau dievaluasi, apakah pemikiran seperti itu perlu?
Inti pertanyaan Anda adalah: mungkin nggak saya menarik model tahun 1962 itu ke model tahun 2007, sampai ke depan? Nah, model ini sudah saya jelaskan dari awal; hanya seperseribu rakyat Indonesia yang menerimanya. Sisanya belum menerima.
Ketika itu saja, pemasarannya sudah begitu. Apalagi sekarang; angkanya pasti lebih kecil. Mungkin sudah menjadi satu per dua ribu atau satu per tiga ribu. Jadi, sesuatu yang tidak mungkin kalau kondisi masyarakat Indonesia seperti ini.
Apa itu berarti masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang ingin ber-Islam secara kultural saja tanpa memaksakan ideologi Islam pada aspek kenegaraan?
Ya. Islam Indonesia itu kan Islam yang sangat awam. Orang mengartikan Islam itu hanya di KTP (kartu tanda penduduk). Memang, ada kelompok tertentu yang mempelajari Islam lebih dalam. Tapi, mayoritas umat Islam itu hanya KTP. Dan, karena itu, tidak mungkin dibangun suatu Negara Islam di atas masyarakat seperti itu.
Apakah suatu saat perlu dibangun Negara Islam di Indonesia?
Itu sama dengan pertanyaan: seandainya saat ini adalah kerajaan dinosaurus, kemudian dua ribu tahun lagi ada kerajaan kera, apakah mungkin dibangun negeri kera? Wah, itu tidak bisa saya jawab. Suatu masa yang berbeda itu tidak bisa diandai-andaikan.
Pernahkan Anda bersentuhan langsung dengan orang-orang yang masih berpikir perlunya Negara Islam Indonesia?
O, banyak. Jadi, memang mereka berpikiran ideal. Artinya, untuk mengangkat nilai-nilai Islam supaya Islam bermarwah, orang Islam diharuskan untuk mendirikan negara Islam. Mereka berpikir, kalau orangnya Islam, negara idealnya harus Islam. Itu bukan berarti bentuk negara lain tidak bisa, bisa saja, tapi itu tidak dianggap ideal.
Aspek-aspek apa yang membuat negara Islam itu mereka anggap ideal?
Yang jelas, adanya kontrol. Dalam negara kita sekarang, tidak ada kontrol dari Tuhan. Di negara Islam, setiap individu setiap hari dikontrol oleh Tuhan. Dengan begitu, dia tidak berani untuk melanggar walaupun pimpinannya tidak ada.
Saat ini asumsi seperti itu kan dianggap naïf. Setiap kekuasaan diandaikan punya potensi untuk korup. Makanya diadakan institusi pengontrol pemerintahan, seperti DPR dan Mahkamah Konstitusi.
Apakah gagasan seperti itu tidak menarik bagi yang memperjuangkan negara Islam?
Menarik atau tidak, itu bergantung pada konteks orangnya. Kalau melihat dari jumlah orang yang setuju daripada yang tidak setuju negara Islam, sekarang (yang setuju) memang masih sangat kecil, yaitu di bawah 10 persen.
Jadi, gagasan negara Islam belum menarik atau belum memikat?
Ya. Sebab, tidak ada bukti yang nyata bahwa negara Islam mampu memberikan jawaban atas tuntutan-tuntutan masyarakat. Ketika suatu masyarakat berpikir terhadap negara Islam, mestinya dia minta tuntutan, dong! Saya mau sekolah, tapi sekolah di mana? Saya mau kerja, tapi kerja di mana? Kalau itu tidak bisa dijawab, (gagasan itu) akan ditinggalkan.
Berarti ada aspek praktis yang juga harus ditanggulangi oleh para ideolog negara Islam sekalipun?
Ya. Dalam tataran tekstual, memang itu (negara Islam) sesuatu yang ideal. Tapi, itu tidak bisa diterapkan dalam masyarakat yang tidak ideal. Kemiskinan dan kebodohan itu harus dilepaskan dulu. Jadi, masyarakat harus dipintarkan dulu biar tidak bodoh lagi, biar tidak miskin. Orang yang miskin itu tidak peduli terhadap negara Islam atau tidak.
Apakah saat ini Anda punya ideologi yang berseberangan dengan almarhum ayah Anda?
Masalah ideologi itu kan rumusan tentang suatu cita-cita. Kita pengin begini, mimpi begini. Saya rasa, saya tidak pernah berseberangan dengan bapak saya. Jangankan dengan bapak saya, dengan seluruh umat Islam di dunia juga saya tidak pernah bisa berseberangan. Saya hanya menginginkan keselamatan di dunia dan di akhirat.
Problemnya, ada beberapa paket untuk selamat dunia-akhirat. Yang minimal adalah paket menjalankan segenap rukun dan ajaran Islam, tanpa harus diurus negara sekalipun. Tapi, ada juga yang ingin paket maksimal atau kaffah.
Paket mana yang Anda pikirkan?
Paket saya adalah paket yang minimal tapi kaffah. Ketika semua persyaratannya sudah kaffah, suatu dosa kalau kita tidak melakukannya. Ketika kita sudah punya waktu, ketika sudah mengambil wudu, tapi tidak melakukan salat, itu adalah suatu dosa. Begitu juga dengan yang lain-lain.
Tapi, contoh salat itu kan sederhana. Tanpa diurus negara, kita bisa salat di mana pun, bisa wudu di mana pun; yang penting ada airnya. Dan, kalau tidak ada air pun, kita bisa tayamum…
Abuqital1:
Jika bicara NII maka NII itu bukan milik perorangan maupun keluarga tertentu tapi milik ummat Islam Bangsa Indonesia. Bacalah https://abuqital1.wordpress.com/category/cikal-bakal-nii/
Jika bicara penegakkan Dinul Islam maka Berjuang menegakkan Dinul Islam itu tidak tergantung pada tokoh melainkan suatu KEWAJIBAN seperti wajibnya sholat dan shoum. Silakan klik https://abuqital1.wordpress.com/2009/10/16/yang-tegar-di-jalan-jihad/
Jika bicara bahwa Imam SMK memerintahkan untuk menyerah maka terlepas benar atau tidaknya informasi tersebut maka KATA MENYERAH kepada musuh Islam DIHARAMKAN oleh syari’at. Bacalah kembali https://abuqital1.wordpress.com/2009/08/10/menganalisa-perintah-imam-awal-smk-tentang-menyerahkan-diri-kepada-musuh/
Wacana diatas sebenarnya sudah basi dan lapuk, kini sengaja dimunculkan kembali sebagai propaganda RI untuk menyerang Mujahidin Indonesia. Oleh karena itu kenalilalah VIRUS-VIRUS dalam perjuangan Dinul Islam di Indonesia https://abuqital1.wordpress.com/2010/01/20/mewaspadai-virus-virus-dalam-perjuangan-nii/
Khusus kepada Bapak Sarjono, mungkin bagi pelaku sejarah langsung sezaman dg Imam SMK masih dimaklumi mengingat Bapak Sarjono pada waktu itu masih BALITA, belum ‘aqil baligh.
Terakhir, awas dan waspada, jangan sampai termakan oleh info tersebut.
Juli 11, 2010 at 3:51 am
Abu qital, mumtaz…
April 18, 2014 at 10:29 am
bagaimana dengan pandangan bahwa negara islam itu global..bukan nasional..lagian pemimpin dalam islam harus 1..jadi ketika NII berdiri pemimpin yang mana kepalanya yang harus di penggal..karena dalam islam imam harus 1..bahkan dalam shahih muslim, kita diperinntahkan untuk tetep mentaati pemimpin yang ada sekarang..asalkn tidk dalm hal kemaksiatan…lagian dalam shahih muslim pula, jilid 2 hal 31. bahwa nanti akan banyak pemimpin.. kemudian sahabat bertanya kepada RasuluLlah saw : apa yang dilakukan ketika hidup dimasa seperti itu….rosulullah memerintahkan kita agar tetap memenuhi baiat pertama. dan pertanggungjwaban mreka nanti di akherat.
jika saya salah, mohon pelurusannya sesuai al-qur’an dan as-sunnah.
barakallahu fikum