Lembaga pemerintahan Islam pada zaman Khalifah Rasyidin yang empat, kita sebut “Lembaga Khalifah”. Karena, dipegang oleh seorang khalifah selaku sentral pimpinan untuk seluruh Dunia Islam. Dengan itu pula maka selarasnyalah bagi lembaga ulil amri Islam dewasa ini kita menyebutnya “Negara Islam”, bila hal itu sesuai dengan kenyataan yang mana kita belum mampu menegakkan kekuasaan dalam lingkup dunia.
Adapun istilah “Negara Islam Indonesia” pun sesuai dengan situasi saat diproklamirkannya. Itu kenyataan sejarah, bahwa pada waktu Indonesia dalam kevakuman dan dikuasai oleh kaum imperialis kafir, maka para mujahid Islam memproklamasikan diri dengan menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist Shahih. Dalam pada itu telah sanggup menghadapi musuh dengan kekuatan senjata. Tegasnya, seluruh yang diwajibkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an sudah dilaksanakan oleh lembaga itu. Ini kenyataan bahwa lembaga tersebut itu bukan saja telah menjalankan ayat-ayat mengenai perang, tetapi juga yang berkaitan dengan “Qishas dan Jinayat” dan lainnya sebelum terdesak oleh musuh. Berarti bahwa kelembagaan tersebut tadi telah “Syah” menurut syariat Islam. Maka, sebagai landasan hukum bagi kita dalam melanjutkannya bukanlah karena oknumnya. Akan tetapi, yaitu kelembagaannya (akan dijelaskan pada bagian kelima buku ini).
Rasul, artinya “Utusan” yaitu jabatan bagi seorang Nabi dalam arti lain, “Nabi” adalah pribadinya (person) dari yang bertugas dalam Kerasulan. Dengan itu apabila Nabi telah wafat, maka lembaga kerasulannya tetap “ada” dan harus dipertahankan. Firman Allah yang bunyi-Nya :
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ…
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur…” (Qs Ali Imron : 144).
Sewaktu berkecamuk perang Uhud tersiarlah berita bahwa Nabi terbunuh. Berita itu membingungkan sebagian muslimin sehingga ada yang akan meminta perlindungan diri kepada pemimpin musyrikin (Abu Sofyan).
Ayat diatas tadi mengandung makna seandainya Nabi dalam peristiwa Uhud itu terbunuh, maka umat Islam dikala itu wajib mengangkat Panglima perang yang baru. Dan wajib pula mempertahankan kedaulatan Islam. Kalau tidak demikian, berarti murtad dari Islam (berbalik kebelakang). Dengan ayat itu jelas sekali bahwa yang identik (sama) dengan lembaga kerasulan Muhammad Saw di Madinah dahulu itu wajib dipertahankan wujudnya. Maksudnya, bahwa struktur kepemimpinan yang serupa dengan yang dipraktekkan oleh Nabi itu wajib kita memilikinya. Dengan sekuat kemampuan kita dalam berjuang.
Sebelum lebih jauh mengutarakan lembaga Imaamah, mari kita lihat hadist mengenai pengganti kepemimpinan sesudah Rasulullah Saw sebagaimana sabdanya :
كَانَتْ بَنُوْ اِسْرَائِيْلَ تَسُوْسُهُمُ اْلاَنْبِيَاءُ كُلَّمَا مَاتَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَاِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُوْنُ خُلَفًا يَكْثِرُوْنَ قَالُوْا: فَمَا تَأْمُرُنَا ؟قَالَ: فُوْا بِبَيْعَةِ اْلاُوْلَ اُعْطُوْهُمْ حَقَّهُمْ فَاِنَّ اللّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّااسْتَرَعَاهُمْ (رواه بخاري و مسلم)
“Dahulu Bani Israil dalam menjalankan siasat (politik) mereka selalu dipimpin oleh Nabi. Tiap mati seorang Nabi, diganti oleh seorang Nabi. Dan sungguh tidak ada Nabi sesudahku, dan akan terangkat Khalifah-khalifah. Sehingga banyak sahabat bertanya : Apakah perintahmu kepada kami ? jawab Nabi Saw : Tepatilah Bai’atmu kepada yang pertama berikan hak mereka, maka Allah akan menanyai tentang pimpinan yang diserahkan Allah ditangan mereka”. (HR. Bukhari & Muslim).
Yang dimaksud dengan khalifah-khalifah yaitu berganti-bergantti khalifah sesudah pengganti kepemimpinan Nabi, yang satu itu meninggal, maka diganti oleh penerusnya. Khalifah dalam arti kepemimpinan Islam itu tidak lebih dari satu. Sejalan dengan itu sabda Nabi Saw :
اِنْ بُوْيِعَ الْخَلِيْفَتَيْنِ فَاقْتُلُوْا اْلآخِرَ مِنْهُمَا (رواه مسلم)
“Jika ada dua Khalifah yang di bai’at, maka perangilah salah seorang dari keduanya”. (HR. Muslim).
Dengan Hadist tersebut diatas jelas bahwa didunia ini tidak boleh ada dua khalifah yang masing-masing mengklaim sebagai pimpinan Islam sedunia. Karena itu, yang terakhirnya harus ditiadakan. Jadi dalam hal ini sungguh berbeda dengan kepemimpinan para Imam atau pun Amir karena semuanya itu berada dalam keadaulatan khalifah.
Dinyatakan bahwa sesudah Nabi, akan ada khalifah sebagai penggantinya dalam kepemimpinan umat Islam. Hal tersebut telah dibuktikan oleh sejarah yang dimulai dengan pengangkatan dari umat Islam terhadap khalifah yang pertama, Abu Bakar Siddiq ra. Dalam kurun itu terjadi empat kali pergantian khalifah hingga khalifah Ali bin Abi Thalib. Perlu dipahami bahwa sistem pemerintahan pada masa-masa itu yang sesuai dengan yang digariskan oleh Nabi, hanyalah sampai kepada yang dipimpin oleh Ali ra. Yang, mana kepemimpinannya terangkat melalui musyawarah. Artinya, bukan dasar turunan.
Lembaga Khilaafah sejak terbunuhnya Ali bin Abi Thalib itu telah dihancurkan oleh Mua’wiyah yang menyatakan dirinya selaku pemimpin. Terus menggantinya dengan kerajaan, dengan mendorong anaknya, “Yazid” menjadi “Raja”. Artinya, tanpa permusyawaratan dari umat. Dimulai dari kejadian itu, maka berkelanjutan pula dengan hilangnya kepemimpinan Islam se-Dunia. Ini adalah kenyataan karena yang dapat diwujudkan sesudahnya hanyalah pemerintahan yang terpisah-pisah dari yang satu dengan yang lainnya. Sejak kekuasaan dipegang oleh Mua’wiyah, maka azas Islam tidak lagi dipakai dalam hal pengangkatan kepemimpinan. Sehingga tujuan politik pada umumnya hanya haus terhadap kekuasaan daerah. Didalam lembaga kerajaan itu, acap kali ulama yang dipenjarakan karena melawan terhadap kefeodalan dan kesewenang-wenangan. Tentu dibalik itu ada saja ulama “syu” yang mendukung pemerintah zalim demi kepentingan pribadi. !
Dalam menghadapi persoalan diatas itu mari kita buat kesimpulan :
- Setelah menoleh guntingan sejarah dan hadist yang dikemukakan tadi di atas, maka dipaham bahwa istilah “Khalifah” yang dimaksud selaku pemegang kepemimpinan dari “Ulil Amri se-Dunia”, yang mana telah sanggup bertanggung jawab terhadap nasib umat Islam se-Dunia. Sebagaimana pula arti “khalifah” dalam kamus, yaitu “Imam yang tidak ada lagi di atasnya Imam”.(lihat “Al-Munjid” kamus.
- Dalam hadist di atas tadi diwajibkan menepati bai’at (janji) terhadap khalifah yang pertama. Hal itu ditujukan kepada para sahabat Nabi yang bakal hidup pada waktu pengangkatan khalifah. Maka, untuk kita yang hidup pada masa kinipun wajib menepati bai’at kita terhadap para aparat khalifah yang semasa dengan kita, bila kita tahu itu ada, serta meyakininya sejalan dengan Islam.
- Hancurnya lembaga khilaafah pada waktu itu, jelas bukan kehendak kita. Sebab itu bila dewasa ini kita belum menunaikan bai’at kepada aparat kelembagaan Islam se-Dunia (Khilaafah) yang mana hal itu belum ada, maka dalam hal ini wajib kita berbai’at kepada aparat pimpinan Islam tingkat negara. Artinya dibawah lingkup dunia, yaitu lembaga Imaamah. Kita tetap dituntut untuk bertaqwa sekuat kemampuan atas dasar pengetahuan yang didapat.
Ingat, pada kenyataan dewasa ini bahwa umat yang sedang berjuang dinegerinya masing-masing pun masih banyak yang dikejar-kejar oleh pemerintah musyrik. Bila dapat bergerak dalam tanah pun sudah mujur. Para pengikut jejak Rasul itu tidak butuh akan kepemimpinan level dunia, bila yang pola politiknya sama saja dengan dominasi dari pemerintah musyrikin / kafiriin. Kita tidak perlu kepemimpinan begitu ! Sebab, yang dipimpin pun sama harus mempertanggungjawabkannya di Akhirat.
Catatlah ! tidak ada kamusnya dalam Islam untuk mengakui pemimpin yang sekedar intelek, mahir berpidato serta bergaya dalam kecukupan materi duniawi, sedang bermental penjilat. Kerapkali bersuara sumbang ; berkoar ke bawah : merengek ke atas ! Meski mengakuinya sebagai pemimpin Islam se-Dunia.
November 17, 2009 at 1:58 am
syuqron!!
bapak, sering sy baca tahun 1984- 2000an ‘harakah2 yg ‘mencuat ke publik (faktor tertangkap aparat)dan diketahui menamakan dirinya Lembaga Nubuwah & Lembaga Kerasulan.. apakah legitimasinya bgi NII menurut bapak lembaga2 tersebut?
Terima kasih
Abuqital1:
Sekali lagi dalam hal estapeta kepemimpinan NII, maka NII tetap mengacu pada 4 landasan yaitu landasan idiil (Syar’i), landasan konstitusi (Qonun Asasi dan Qonun Uqubat), landasan operasional (PDB) dan landasan historis.
Jika mengacu pada 4 landasan tersebut maka wadah-wadah yang disebutkan oleh akhi adalah “INKONSTITUSIONAL” atau “TIDAK LEGAL” dalam kepemimpinannya karena sudah melanggar 4 landasan tersebut sekalipun mereka mengaku memperjuangkan NII. Bahasa sekarangnya adalah “Oknum”.
November 17, 2009 at 2:01 am
add: penjelasan tentang Lembaga Kerasulan Indonesia (LKI), Harrakah Nubuwwah Islamiyyah (HANI, Harakah Dakwah Islam (HDI) dari segi legitimasi kepemimpinan
November 27, 2009 at 12:28 am
mungkinkah akhi bs menunjukn kpd kami,
dgn memposting, artikel tentang kelompok-kelompok islam di seluruh indonesia ini?
November 27, 2009 at 12:30 am
mungkinkah akhi bs menunjukn kpd kami,
dgn memposting, artikel tentang daftar kelompok-kelompok islam di seluruh indonesia ini?
Abuqital1:
Sebenarnya kami telah menganalisa kelompok-kelompok Islam yang akhi sebutkan tersebut, alangkah baiknya akhi cantumkan no kontak akhi di abuqital1@gmail.com, insya Alloh kami akan menjelaskannya.
Desember 18, 2009 at 3:29 am
Abuqital1:
Sebenarnya kami telah menganalisa kelompok-kelompok Islam yang akhi sebutkan tersebut,..
bapak..sekali lagi saya minta uraian lengkap hasil analisa bpk tentang HDI dan HANI ( histori – kepemimpinan ). Penting bagi saya untuk mengetahui dari mana awalnya _pembelotan itu_
Terima kasih.
Abuqital1:
Sebelumnya ana mohon maaf atas ketidaknyamanan suasana hati akhi…
HDI (Harokah Daulah Islam) dan HANI (Harokah Nubuwwah Islam) sepengetahuan kami ini muncul di Wilayah 7 (Bogor) yang dipelopori oleh “Akang” yang pola gerakannya kearah pendidikan dan tidak ada agenda untuk mengizharkan tanzhim NII.
Awal “pembelotannya” dari KW 7 karena ketidak sepahaman dengan program KW 7 yang terkesan “eksklusif”.
Desember 20, 2009 at 6:06 am
..betul..sy ingin silaturrahmi dngn antum/ikhwan yg mau m’beri penjelasan lbh lanjut sdh sy emailkn no HP ke antum..sy tunggu. trima kasih.
Desember 24, 2009 at 8:35 am
sdh sy emailkn no Hp sy, gpp klo sementara via email/blog ini komunikasinya..
Mengenai Komandemen Wilayah (7) saat itu apakah berada dlm kepemimpinan yg legal..?
Abuqital1:
Kalo berdasarkan konstitusi NII maka hal tersebut “SUDAH INKONSTITUSIONAL” artinya menyalahi aturan konstitusi NII yang ada.
Januari 29, 2010 at 4:40 am
abu qital mbok kalau mimpi jangan terus2an..hari ini negara islam di indonesia telah lenyap….nii mu adlh pemerintahan ketoprak.hukum Allah tidak tegak ..,berani km bilang masih ada negara islam..di dalam negri kafir ini…?
Februari 16, 2010 at 3:42 am
arsalan negri kafir harus dirubah doonk supaya gak kafir…
Februari 4, 2010 at 4:19 am
ABU QITAL,TULISANMU MENGHUJAT MUAWIYAH…SEBERAPAPUN KESALAHAN BELIAU RASULULLOH TDK RELA DIA DI KATA2IN…DIA TDK BISA DIBANDINGKAN DG KARTOSUWIRYA APALAGI DG IMAM JADI JADIAN ITU.KAMU TERLALU PEDE SHG
BERANI MENGHUJAT MUAWIYAH…MENGAGUNG AGUNGKAN KARTOSUWIRYO YG TIDAK MAKSUM.LAGIAN MANA NEGARAMU ITU SEKARANG INI….SADAR DONG…!
Abuqital1:
rupanya anda belum memahami perjuangan NII dari berbagai landasan (landasan syar’i, konstitusi, operasional dan historis). Jika anda berkomentar hendaklah dg hati yg ikhlas, dada yg lapang, ucapan yg qoulan tsaqiilan shg yg lain pun bisa memahaminya dan meluruskan pemahaman anda. JANGANLAH ANDA anggap bahwa KW9 Az ZAITUN pimpinan PANJI GUMILANG itu adalah NII. Itu adalah “fitnah besar” bagi NII yg sengaja dihembuskan oleh TERORIS RI.
Februari 21, 2010 at 1:01 am
harap bagi arsalan kalo ngomong yang sopan donk jngan asal ngomong,dipikir dulu jangan pake emossi,ok…klo emosi gk bakal nyambung ntar af 1 sebelumnya….
Februari 21, 2010 at 12:58 am
ABUQITAL,saya bisa memahami pemahaman antum,ketidak sepahaman yang bagaimana ceh?koq NII bisa terkesan exlusif itu tolong kasih penjelasan ke ana….makasih
Abuqital1:
Maaf akhi, harus bisa membedakan mana EKSKLUSIF dan mana SIKAP FURQON. Bagaimana kita akan berdakwah kalau kita bersikap eksklusif, tidak mau bermasyarakat, tidak mau memakmurkan masjid. Jadi cara kami tidak seperti itu, akan tetapi kami menjaga SIKAP FURQON sebagai bukti konsekwensi BAI’AT kami kepada Alloh.
April 5, 2010 at 7:23 pm
salaamun a’la Muawiyah fil a’lamiin,mempertahankan dasar dasar pemikiran yang sohih,tidaklah bermakna,mencacatkan pribadi agung Muawiyah RA,namun bukanlah juga bermakna Kartosuwiryo jauh dari pada ciri ciri syuhada dalam usaha mempertahankan kedaulatan Alloh di bumi.
November 10, 2010 at 3:14 am
nama imam kok nggak jelas? imam yang syar’i tidak ada yang mengunakan nama dengan inisial
November 10, 2010 at 3:17 am
“Catatlah ! tidak ada kamusnya dalam Islam untuk mengakui pemimpin yang sekedar intelek, mahir berpidato serta bergaya dalam kecukupan materi duniawi, sedang bermental penjilat. Kerapkali bersuara sumbang ; berkoar ke bawah : merengek ke atas ! Meski mengakuinya sebagai pemimpin Islam se-Dunia”
ungkapan bahasa di atas ini bukan bahasa orang yang mengerti tentang adab islam.
Desember 15, 2010 at 2:10 am
wah seharusnya kalian semua ngaji lagi, baca siroh lagi, jangan jangan kalian enggak ada yang bisa bahasa arab dengan baik, bagaimana dapat memahami syari’at Islam kalau bahasa arab saja tidak bisa, wajar kalo menyimpang, innalillah,
Abuqital1:
Buat hamba Alloh yang “ahli bahasa arab”, coba jelaskan kepada pembaca blog ini tentang lafazh “LAA ILAAHA ILLALLLOH” jika ditinjau memakai bahasa arab (nahwu, shorof, balaghoh, ma’ani dsj) setelah itu apa konsekwensi dari lafazh tersebut?
Januari 1, 2011 at 1:02 pm
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
ada banyak gambaran pendapat setelah saya membaca kelimat di atas, ada yang saya tangkap adalah, kita harus bai’at kepada imamah,, mungkin itulah pesan tulisan di atas yang akhirnya banyak rumusan pesan i’tiqod yang terkandung didalamnya,,,
mungkun klau saya berpendapat begini,, islam adalah agama Rohmatan lil-alamin yang dalam konteksnya adalah keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan bagi seluruh alam tidak hanya manusia saja, artinya klau kita kerucutkan islma sangat menghargai demokrasi, islam sangat menganjurkan musyawarah dan islam yang banyak di contohkan rosul adalah kenyamanan, dan kefleksibelan dalam banyak hal terutama dalam pemerintahan atau kepemimpinan dalam konteks sebuah negara..
Abuqital1:
Jika anda ingin tahu tentang demokrasi silakan klik link ini:
http://millahibrahim.wordpress.com/seri-materi-tauhid/seri-6-tinjauan-kekafiran-demokrasi/
Oleh karena itu silakan baca juga link ini:
http://millahibrahim.wordpress.com/2010/12/18/sebuah-ketulusan-kepada-musuh/#more-1445
April 15, 2014 at 6:47 am
aslmualaikum wr. wb.
Afwan ana mau tanya adakah kesalah kartosuryo dalam meperjuangan NII sehingga NII menghadapi kekalahan??
bukannya allah telah berjanji :
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. ( Annur : 55)