Tanya:

”Adakah benar   mengenai perkataan,  bila belum bisa menjalankan hukum Qishos Jinayah dan Hudud, maka tidak perlu adanya Imam yang didhohirkan, artinya bila sudah ada Imam,  maka segala hukum seperti jinayah, qishos dan had mesti diberlakukan ?”

Jawab:

Tidak  benar  ! Melainkan, yang benar yaitu bilamana kondisi dalam berperang atau sedang berada dalam wilayah yang sedang dikuasai musuh, maka tidak diperbolehkan melaksanakan hukum had (potong tangan). Artinya, bahwa dalam kondisi demikian , maka pelaksanaan hukum potong tangan itu harus ditunda. Jadi, bahwa tidak boleh dilaksanakannya hukum had itu bukan disebabkan belum didhohirkannya Iman, melainkan karena kondisi ketidakmampuan kaum muslimin untuk menguasai keadaan orang  yang dikenai hukum potong tangan itu, bilamana dirinya membelot kepada musuh. Dengan demikian untuk melaksanakan hukum had itu, bila sudah di dalam wilayah yang sudah dikuasai dengan sepenuhnya (de facto).

Abul Qosim Al-Khroqi dalam risalahnya meriwayatkan bahwa Bisyr bin Arthaah menangkap seorang tentara (mujahid) yang mencuri barang miliknya. Dia berkata:” Sekiranya aku tak mendengar sabda Rasulullah Saw, diwaktu perang, tangan-tangan tak boleh dipotong, pasti akan kupotong tanganmu”. (Diriwatkan oleh Abu Daud).

Imam Ahmad, Ishaq bin Ranaiwah, Azauza’i juga yang lainnya menentukan, bahwa hukum tidak boleh dilaksanakan di daerah yang dikuasai musuh. Khalifah Umar bin Khathab mengumumkan pelarangan terhadap pelaksanaan hukum dera di waktu perang.

Dalam Perang Qodisiah, Abu Maljam ditemui sedang minum Khamar oleh Sa’ad bin Abi Waqqos, olehnya tidak dihukum dera, tapi diperintahkan kepada anak buahnya supaya mengikat kedua kaki Abu Maljam. Sewaktu  Abu Maljam  melihat kuda-kuda dihalau untuk dipersiapkan menyerbu musuh, dan dirinya dikerumuni orang, Abu  Maljam meminta kepada Ibna Hafsah supaya dilepaskan kakinya dengan janji, bilamana selesai berperang ia masih hidup, dirinya akan kembali untuk diikat kakinya. Apabila aku mati, kalian (yang melepaskan) terbebas dari pertanggungan jawaab mengenai diriku !” Begitulah ketegasan Abu Maljam.

Setelah dilepaskan kainnya, kemudian maju menyerbu musuh. Ketika itu Sa’ad bin Abi Waqqos sedang luka-luka tidak memimpin perang, namun dinaikkan ke atas sebatang pohon, sambil mengawasi situasi berperang. Melihat hal itu, maka Abu Maljam melompat ke atas kuda Sa’ad, dengan bersenjatakan tombak, ia menerjang musuh dengan gesitnya, puluhan musuh terbunuh olehnya. Ada Malaikat ! teriak seorang shahabat. Sesudah tentara Islam mengalahkan musuh, Abu Maljam kembali mengikat sendiri kedua kakinya. Ibna Hafsah menanyakan mengenai Abu Muljam kepada suaminya.  Sa’ad bin Abi Waqqos berkata:Demi Allah, aku akan mendera orang yang memberi kemenangan kepada muslimin”. Abu Maljam lalu dibebaskan.

Dari riwayat itu  diketahui bahwa Daulah Islamiyah beserta Imamnya sudah ada yakni dhohir, meski hukum-hukum yang menyangkut pidananya itu tidak dijalankan, karena didaerah musuh, artinya masih dalam bahaya.

Jadi, sebelum Ummat Islam berkuasa penuh, atau sebelum berlakunya hukum hukum pidana, maka yang pertama kali ialah dhohirnya Imam. Dan jelas sekali bahwa sebelum diturunkan hukum-hukum pidana, qishos, dan had itu, Imam yakni kepemimpinan Rosululloh Saw, juga negara Madinah sudah ada, artinya sebelum adanya kewajiban menjalankan hukum hukum pidana itu didahului dengan adanya Daulah Islamiyyah dengan imamnya. Secara akal pun dimengerti bagaimana bisa berkuasa penuh, yakni memiliki wilayah yang sepenuhnya dikuasai, jika untuk  mengadakan imamnya saja belum bisa.

Yang dimaksud dengan Imam ialah pemimpin tertingginya. Bila pada jaman Nabi Saw di Madinah ialah Rosulloh Saw. Dengan itu sebelum adanya perintah sholat juga hukum – hukum pidana, maka kewajiban memiliki Imam sudah ada, meski sedang berada di wilayah yang dikuasai musuh. Dengan demikian, sungguh terbalik alias salah, bagi orang yang mengatakan bahwa sholat itu baru wajib kalau sudah diperintah oleh Imam, begitu juga sungguh salah alias terbalik, bagi yang mengatakan tidak perlu adanya imam karena belum bisa menjalankan hukum jinayah, Qishos, had.