Dalam perkawinanpun anak-anak mujahid diusahakan harus menikah dengan sesama anak mujahid, terutama anak wanita, jangan sampai mencari sendiri calon suaminya ke pihak “luar” yang bisa mengakibatkan musuh bisa menyelundup ke bilik perjuangan kita dengan jalan ‘mencuri hati’ anak-anak kita. Pejuang lelaki, masih mungkin mengambil isteri dari pihak luar (dari kelompok Ahli Kitab Quran yang hari ini hanya memposisikan diri sebagai “Netral Murni Pasif”atau sekedar “Simpatisan Pasif” saja). Tentunya dengan maksud untuk merekrut sumber daya manusia yang berkualitas untuk memperhebat daya juang kita, bukan sekedar terpikat karena cantiknya belaka! Itupun mesti melewati penelitian ketat dan dipersiapkan begitu rupa, jangan sampai keliru hingga terambil istri yang calon pengkhianat, yang akhirnya membuat ricuh seluruh kegiatan juang.
Menikah dengan sesama anak mujahid memiliki nilai tambah, disamping ibadah, juga memberikan perlindungan lebih terhadap aktivitas perjuangan dan keteguhan hati para mujahid sendiri. Sebab kalau para mujahid laki-laki lebih suka memilih calon istri dari orang-orang yang tidak dibina, lantas mau kemanakan muslimah yang dari awal mereka bina ???
Dalam perjuangan dikenal istilah “perkawinan militer”, ikatan pernikahan yang terkait langsung dengan daya bela dan kemampuan perang satu angkatan manakala berhadapan dengan lawan. Perkawinan jenis ini begitu ketat, sebab jangan sampai ada prajurit yang melemah semangat tempurnya, hanya karena terjatuh di pelukan perempuan. Harus dilihat siapa calon isterinya, bahkan dipanggil ke markas, untuk ditanya kesiapannya, bersediakah menikah dengan seorang personil tempur, yang terkadang dituntut 24 jam siap membela negaranya??? Bila sang wanita itu bersedia, barulah komandan merestui pernikahannya. Perkawinan inipun dimaksudkan untuk memberi perlindungan psikologis pada rakyat dibela dan dukungan moril bagi tentara yang senantiasa harus “Siap Perang”.
Pilihlah isteri atau suami yang semakin besar tanggung jawab dan daya tahannya, manakala situasi memanas. Bukan cuma yang penuh birahi dan memberi cinta dimasa tenang, tapi lari tunggang langgang, ketika terompet jihad mulai menggema.
Oktober 19, 2010 at 4:11 pm
Ass…Wr..Wb..hai akhi ana minta pendapat antum
misal ana di posisi NII akhi,ana punya hajat munakahad,dan minta kpd pimpinan,kemudian si pimpinan mempertemukan kpd ana & akhwat,kmdian ternyata ana tertarik dgn akhwat yg lain,tp pimpinan mengatakan bahwa dia sdh ada yg punya
(pdhl ana tahu dia itu blm punya calon/nikah yg ana tahu dia(akhwat)hanya mau disekolahkan di Universitas oleh Pribadi Pimpinan.pertanyaan ana 1.seberapa urgent nya wanita/muslimah ke Univ.di dalam negara dlm keadaan/kondisi berjuang 2.bukankah seorang muslimah lebih utama berjuang bersama suami demi membangun keluarga yg baldatun toyba…………