MARET 1940
Dalam rangka merealisasikan itikad sucinya, Bapak SM Kartosuwiryo hijrah ke Malangbong (kampung istrinya) dan disana mendirikan institut SUFFAH. Dari sinilah mulai terbentuk embrio Daulah Islamiyyah. Islam menjadi kenyataan menjadi syari’at yang tegak secara utuh dan murni walaupun dalam skala yang terbatas.

TAHUN 1940
MIAI & GAPPI tergabung dalam suatu proyek yang bernama Kongres Rakyat Indonesia (KORINDO) di Yogyakarta yang programnya :

  1. Mempercepat proses Indonesia berparlemen.
  2. Menuntut perubahan ketatanegaraan di Indonesia menuju berpemerintahan sendiri yang Nasionalistis.

TAHUN 1942
Perang Dunia ke-II dimana Rusia dan Jepang meraih kemenangan. Adapun untuk Asia umumnya dikuasai oleh Jepang termasuk juga Indonesia di dalam menjadi wilayah Jepang. Tanggal 8 Maret 1942 Jepang setelah berkuasa membubarkan (MIAI dan GAPPI), masingmasing anggota kembali ke induknya semula.

NOVEMBER 1943
Atas restu Jepang berdirilah MASYUMI (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), maka diangkatlah ketuanya M Natsir. Partai ini sebagai jelmaan MIAI (Belanda) yang telah dibekukan dan berdirinya pun adalah hasil rengekan orang-orang partai Islam kepada thogut Jepang. Dari sini dibentuk barisan militernya bernama “Hisbullah” dengan ketuanya Isa Ansyori. Pembentukan Hisbulloh ini adalah rekayasa Jepang dalam rangka “Man Power” untuk menghadapi pasukan sekutu yang akan menyerang, namun Allah menghendaki lain, justru hal ini menguntungkan bangsa Indonesia sendiri, khususnya Umat Islam yang menjadi kenal betul akan penggunaan senjata.

TAHUN 1944
Siswa Suffah ikut aktif latihan militer Hisbulloh sebagai pemanfaatan situasi. Begitu pula Bapak SM Kartosuwiryo berperan di MASYUMI daerah dan sewaktu akan ditarik ke pusat beliau menolak lantaran tergambar bagaimana keterjeratan dan rencana Jepang yang jelas hendak memanfaatkan Bangsa Indonesia.

TAHUN 1945
Bapak SM Kartosuwiryo memisahkan diri dari MASYUMI Natsir, otomatis terlahir dua kubu MASYUMI, maka Bapak SM Kartosuwiryo pun membentuk barisan-barisan tersendiri yang bernama Barisan Sabilillah. Adapun sebab memisahkan diri ini karena kelalaian diri M. Natsir cs sudah tak dapat diperingatkan lagi. Apalagi janji Jepang muluk dan memberikan peluang sedikit kepada Bangsa Indonesia, yaitu membentuk BPUPKI (Badan Peneliti Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Partai-partai semuanya berebut ambil bagian dari kursi-kursi yang sengaja disediakan, tak terlewat tokoh-tokoh MASYUMI pun ikut berbagi diri. Perhatikan firman Alloh mengenai ini:

“dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), Maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam.” (Qs. An Nisa 140)

Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya Amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, Yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan.” (Qs. Al Maidah 80)

Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada Allah kembali (mu). (Qs. Ali Imron 28)

JUNI 1945
Disepakati Dasar Negara sebagi titik temu berbagai faham yang dijadikan sebagai pandangan hidup umat manusia di Indonesia yaitu Pancasila. Menurut Sukarno, Pancasila adalah buah pikiran Dr. Sun Yat Sen dalam bukunya “The three People Principle” dioplos dengan buah pikiran Adolf Bors tentang sosialisme. Pada rumusan tersebut tidak disinggung akan peran Islam dalam rumusan Pancasila. Pihak militer atau lasykar Muslim yang merintis dan mendominasi perjuangan di Indonesia tidak menerima keputusan ini, maka diambil beberapa orang dari BPUPKI untuk membentuk kepanitiaan juga dengan mengadakan musyawarah dengan para lasykar Muslim. Panitia kecil ini berjumlah 9 orang mereka terkenal dengan Panitia 9 yang anggotanya  Abikusno, Sukarno, Wahid Hasyim, Agus Salim, Ahmad, Subarjo, Bung Hatta, Maramis, Abdul Kahar Muzakir dan M. Yamin.

Hasil pertemuan ini menghasilkan “Piagam Jakarta” (Jakarta Charter), yang ditanda tangani tanggal 2 Juni 1945. Dengan Piagam ini umat Islam pada umumnya merasa puas dengan perubahan pada point pertama dari Pancasila, yaitu dari kata “Berketuhanan” menjadi “Ketuhanan dengan menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Hal ini dianggap sebagai konstitusi Dasar akan berlakunya hukum Islam di Indonesia secara mutlak memegang peran yang utama dan terutama, walaupun pada kenyataannya berbicara lain. Betapa besar peranan kesembilan panitia ini mampu menenangkan dan mendiamkan suasana Umat Islam, namun dikemudian hari semua akan merasakan akibatnya . Perhatikan firman Alloh mengenai ini:

“Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya.” (Qs. Al An’am 123).

“dan adalah di kota itu sembilan orang laki-laki yang membuat kerusakan di muka bumi, dan mereka tidak berbuat kebaikan.” (Qs. An Naml 48).

AGUSTUS 1945
Jepang takluk pada sekutu otomatis di Indonesia dalam keadaan vacuum dari kekuasaan, maka hal tersebut dipergunakan oleh Bapak SM Kartosuwiryo dan para pendukungnya untuk memproklamasikan Kemerdekaan Negara Islam Indonesia. Proklamasi ini hanya baru di lingkungan sendiri.

AGUSTUS 1945
Proklamasi kemerdekaan Indonesia tersiar lewat radio sampai ke luar negeri. Dengan adanya proklamasi tersebut maka Bapak SM Kartosuwiryo menarik kembali Proklamasi Negara Islam Indonesia (NII) nya dan menyatakan mendukung Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Adapun dukungan ini diberikan mengingat bahwa Sukarno adalah saudara seperjuangan semasa muda dibawah naungan Bapak HOS Cokroaminoto dan bercita-cita mewujudkan satu tujuan yang sama merealisasikan cetusan Pan Islamisme tahap pertama yaitu “Kemerdekaan Indonesia”. Namun sikap ini bukan berarti pula Bapak SM Kartosuwiryo mendukung Nasionalisme dan Komunismenya yang waktu itu masih menyembunyikan dirinya. Jadi Bapak SM Kartosuwiryo tidak menghendaki pertentangan dan perpecahan antara bangsa pada umumnya. Khususnya antar Umat Islam lantaran dua Proklamasi yang sama : yaitu proklamasi kemerdekaan Indonesia. Adapun masalah azas yang berbeda adalah sesuatu yang akan ditentuan kemudian. Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 dapatlah dikatakan atau distatuskan sebagai satu kenyataan lahirnya “Kiblat Baitul Maqdis” bagi Umat Islam.