Tahun 1934 Sepeninggalan ketua utama PSII maka kepemimpinan jatuh pada adik almarhum sendiri yaitu Abi Kusno Cokrosuyoso dan wakil ketuanya adalah Bapak SM Kartosuwiryo.
TAHUN 1936
PSII dengan pimpinan baru mengadakan Kongres/ Majlis Tandhim ke 23, dimana syuro’ PSII menetapkan dan menugaskan Bapak SM Kartosuwiryo untuk menyusun brosur Hijrah. Setelah tersusun sebanyak 2 jilid maka PSII menetapkan brosur tersebut sebagai konsep partai namun akibatnya terjadi pro dan kontra akan konsep partai yang baru. Karena konsep tersebut jelas menggariskan sikap non koopertif yang radikal.
Tanggal 28 November 1936 berdiri BPPSII (Badan Penyadar PSII) yang dipelopori oleh H Agus Salim dan Moh Room yang menganggap konsep hijrah adalah suatu gila gilaan. Masih tahun ini, SI cabang Padang juga memisahkan diri dan menamakan diri PSII jangkar Pimpinan H Umar Din. Melihat kegoncangan sebagai reaksi dari konsep Hijrah, maka Abi Kusno mengadakan pemantauan ulang terhadap Konsep tersebut yang akhirnya dia menyatakan pembatalan konsep hijrah sebagai konsep partai. Namun Bapak SM Kartosuwiryo berdiri di satu pihak untuk tetap mempertahankan konsep hijrah yang sudah jelas kebenarannya dan juga merupakan kelanjutan dari ide almarhum Bapak Hos Cokroaminoto. Karena gigihnya Bapak SM Kartosuwiryo mempertahankan konsep ini resikonya beliau terkena disiplin partai. Pada hakekatnya Abi Kusnolah yang keluar dari PSII karena ia telah menyeleweng dari azas perjuangan yang ada dan selanjutnya Abi Kusno membawa PSII ke arah parlementer.
TAHUN 1937
Belanda memperalat NU dan Muhammadiyyah untuk mengendalikan Partai Islam di Indonesia dengan diselenggarakannya Majelis Ulama Islam A’la Indonesia (MIAI). Dalam prinsipnya mereka mengatakan non politik. Partai ini diketuai oleh KH Abdul Wahid Hasyim. Istilah ‘Ala yang dipakai pada partai ini menunjukan sebagai yang tertinggi/menaungi namun pada kenyataannya adalah tidak demikian. Dapatlah kita mengkaji ucapan KH Agus Salim ketua BPPSII sebagai berikut : ”untuk kita masih ngeri rasanya akan termasuk dalam satu badan yang menamakan dirinya Tertinggi/ ‘Ala, sedang kita masih mengetahui diri kita meranggkak di bawah ditegah-tengah rakyat yang sedikitpun tidak mempunyai kekuasaan di daulah Agamanya. Tidak berkuasa ataus Masjidnya, atas angkatan iman dan umatnya, atas hukum nikah dan hukum warisnya.”
TAHUN 1938
Sukiman setelah dipecat dari PSII sempat masuk kembali dengan syarat membubarkan PARTII, namun pada tanggal 4 Desember 1938 kembali dikeluarkan kemudian Sukiman mendirikan Partai Islam Indonesia (PII) dan diangkatlah Raden Wiwoho sebagai ketuanya (ex ketua Jong Islamiten Bond). Raden Wiwoho diangkat ketua karena namanya masih bersih dari persengketaan dan pernah di Volskraad menjadikan bertaraf nasional walaupun usianya masih relatif muda.
TAHUN 1939
Lahir sebuah Federasi yang bernama GAPPI (Gabungan Partaip-Partai Politik Indonesia), anggotanya antara lain :
- PSII parlementer (Abi Kusno)
- Parindra (Sukarjo W)
- Gerindo (Mr. Amir Syarifuddin)
- Pasundan (Atik Suardi)
- Partai Katolik (Kasimo)
- PII (Sukiman)
Dr Sukiman memimpin GAPPI dengan topiknya ”menuntut Indonesia berparlementer”. Karena Volskraad selaku Dewan Rakyat terlalu banyak menguntungkan Belanda. Melihat demikian Bapak SM Kartosuwiryo setelah mengadakan konsolidasi dengan orang-orang PSII yang masih mau konsekwen mendirikan Komite Pertahanan Kebenaran PSII (KPK-PSII).
Tinggalkan Balasan